Selasa 19 Mar 2019 08:03 WIB

Erdogan Dikritik karena Putar Video Penembakan Saat Kampanye

Erdogan menunjukkan rekaman penembakan masjid Christchurch kepada pendukungnya.

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Ani Nursalikah
Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan
Foto: Presidential Press Service via AP
Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan

REPUBLIKA.CO.ID, ISTANBUL -- Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan menunjukkan rekaman video penembakan di Masjid Al Noor, Christhcurch, Selandia Baru di hadapan para pendukungnya ketika sedang melakukan kampanye pemilihan umum (pemilu). Dalam kampanye tersebut, Erdogan mengancam akan mengirimkan peti mati kepada siapa pun yang berani melakukan serangan teror di Turki.

Selain memutar rekaman video, Erdogan juga menampilkan beberapa bagian manifesto yang diunggah oleh pelaku penembakan di media sosial. Dalam manifesto itu disebutkan pelaku ingin mengeluarkan Turki dari wilayah Eropa. Adapun separuh dari Istanbul di sisi barat masuk ke dalam wilayah Eropa. Diketahui pelaku teror Masjid Al Noor telah mengunjungi Turki sebanyak dua kali.

Baca Juga

"Kami telah berada di sini selama 1.000 tahun dan akan berada di sini sampai kiamat, Insya Allah," kata Erdogan dilansir The Guardian, Selasa (18/3).

Tindakan Erdogan dalam kampanye pemilu tersebut menuai kritik dari Pemerintah Selandia Baru. Menteri Luar Negeri Selandia Baru Winston Peters menegur Erdogan karena telah memutar rekaman video penembakan. Menurut Peters, hal tersebut dapat membahayakan warga Selandia Baru yang tinggal di luar negeri.

Selandia Baru telah meminta Facebook dan platform media sosial lainnya untuk menghapus rekaman video penembakan yang terjadi di Masjid Al Noor. Pemerintah Selandia Baru menilai, Erdogan sebagai pemimpin dunia tidak pantas memutar video rekaman tersebut di hadapan warganya.

"Hal tersebut dapat menimbulkan persepsi yang salah bagi Selandia Baru, di mana pelaku penembakan bukan warga Selandia Baru. Ini dapat membahayakan keselamatan warga Selandia Baru yang tinggal di luar negeri, dan itu sama sekali tidak adil," ujar Peters.

Peters mengatakan, Pemerintah Selandia Baru telah berdialog mengenai perlunya negara lain, khususnya Turki agar tidak membuat persepsi yang salah. Pelaku penembakan bukan warga negara Selandia Baru.

 

Sebelumnya, Wakil Presiden Turki Fuat Oktay meminta semua pihak berhenti melontarkan kalimat-kalimat provokatif pascaserangan di Christchurch. Turki akan menggelar pemilu pada 31 Maret 2019. Erdogan disebut menghadapi perjuangan yang berat dalam pemilu kali ini karena Turki tengah mengalami krisis ekonomi yang dalam, termasuk tingginya inflasi dan krisis konstruksi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement