Selasa 19 Mar 2019 13:45 WIB

PM Selandia Baru Tak Mau Sebut Nama Pelaku Penembakan di Christchurch

Red:
abc news
Foto: abc news
abc news

Perdana Menteri Selandia Baru Jacinda Ardern menegaskan dirinya tak akan pernah menyebut nama pelaku penembakan jamaah masjid di Christchurch. Salah satu tujuan teroris ini, katanya, ingin menjadi terkenal.

"Dia ingin mencapai banyak hal dari aksi terornya. Tapi salah satunya dia ingin terkenal. Makanya, saya tak akan pernah menyebut nama orang itu," ujar PM Ardern dalam sidang di parlemen Selandia Baru, Selasa (19/3/2019).

"Dia seorang teroris. Dia seorang kriminal. Dia seorang ekstrimis. Namun namanya tak akan penah muncul dalam pidato saya," tegasnya.

"Dia mungkin ingin terkenal. Tapi kami di Selandia Baru tak akan memberinya apa-apa, bahkan untuk menyebut namanya sekali pun," tambahnya.

PM Ardern meminta semua pihak agar justru menyebut nama-nama korban sebagai bentuk penghormatan kepada mereka.

Dalam kesempatan itu PM Ardern juga menyatakan telah meminta Facebook untuk menghapus video-video kejadian yang masih beredar di platform medsos ini.

Sebelumnya Facebook menyatakan pihaknya telah menghapus 1,5 juta video dari platform mereka dalam 24 jam sejak kejadian pada Jumat (15 Maret 2019).

Facebook dan YouTube juga menyatakan telah menerapkan perangkat otomatis dalam mengidentifikasi dan menghapus konten kekerasan.

Namun menurut PM Ardern, konten peristiwa penembakan itu masih juga beredar di dunia maya.

Penyebar video diancam hukuman penjara

Kepala Badan Sensor Selandia Baru David Shanks telah memasukkan video peristiwa itu dalam kategori konten yang "tak bisa diloloskan".

Artinya, barangsiapa yang terbukti menyebarluaskan video ini di Selandia Baru kini terancam hukuman penjara dan denda.

Perusahaan telekomunikasi yang menyediakan jasa di Australia dan Selandia Baru seperti Telstra dan Vodafone menyatakan telah memblokir sejumlah webiste yang masih menyimpan konten video penembakan di Christchurch.

Sementara itu, kepolisian Selandia Baru terhambat dalam upaya mereka mendapatkan data dari sebuah website bernama Kiwi Farms. Di situs ini, muncul sejumlah postingan tentang teroris Brenton Tarrant di saat berlangsungnya kejadian.

Salah satu pengelola website dilaporkan menolak bekerja sama dengan polisi Selandia Baru dan menuding mereka berupaya melakukan sensor.

"Kamu itu cuma negara kepulauan kecil yang tak relevan dan jarang diketahui, sama seperti negara-negara Pasifik lainnya," demikian jawaban administrator website itu, Joshua Moon kepada polisi.

Dia menambahkan polisi Selandia Baru tidak punya kewenangan hukum yang bisa menjangkau setiap orang yang mempostingnya di internet.

PM Australia Scott Morrison menyatakan telah meminta secara resmi PM Jepang Shinzo Abe sebagai tuan rumah pertemuan G 20 di Osaka Juni mendatang, agar mengagendakan upaya menekan perusahaan sosial media mencegah beredarnya video semacam itu.

Sejumlah pemasang iklan di sosial media kini mempertimbangkan untuk mencabut iklan mereka jika platform sosial media tersebut masih menyebarkan video ini.

Lotto NZ bahkan telah menarik iklannya dari sejumlah platform sosial media.

Bank terbesar di Selandia Baru ASB Bank sedang mempertimbangkan langkah serupa.

Asosiasi periklanan setempat meminta pemasang iklan untuk mempertimbangkan penempatan iklan mereka di platform yang masih menyebarkan video tersebut.

ABC/wires

Disclaimer: Berita ini merupakan kerja sama Republika.co.id dengan ABC News (Australian Broadcasting Corporation). Hal yang terkait dengan tulisan, foto, grafis, video, dan keseluruhan isi berita menjadi tanggung jawab ABC News (Australian Broadcasting Corporation).
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement