Jumat 29 Mar 2019 08:25 WIB

Dubes Hasan: Pengakuan AS Atas Golan Buka Luka Timur Tengah

Sikap AS mengakui Golan sebagai bagian dari Israel langgar hukum internasional.

Sejumlah tank Israel bersiaga di kawasan Dataran Tinggi Golan dekat perbatasan dengan Suriah.
Foto: AP/Ariel Schalit
Sejumlah tank Israel bersiaga di kawasan Dataran Tinggi Golan dekat perbatasan dengan Suriah.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesia tidak menerima sikap Amerika Serikat (AS) yang mengakui Dataran Tinggi Golan sebagai bagian dari Israel. Langkah Washington semakin membuka luka Timur Tengah,

"Adanya pernyataan dari AS bahwa Golan, karena nilai strategisnya menjadi milik Israel, sangat mengkhawatirkan dan tentunya kita tidak bisa menerima karena itu wilayah sah Suriah," ujar Wakil Tetap RI untuk PBB Hasan Kleib di Jakarta, Kamis (28/3) malam.

Baca Juga

Berdasarkan prinsip dalam Piagam PBB serta berbagai elemen yang terkandung dalam resolusi Dewan Keamanan PBB, Dataran Tinggi Golan adalah bagian tidak terpisahkan dari wilayah kedaulatan Republik Suriah. Daerah tersebut diduduki Israel pascaperang 1967.

Wilayah strategis di perbatasan Israel dan Suriah ini dikenal memiliki tanah yang subur dan sumber daya air berlimpah. Pada 1981, kongres Israel menyetujui aneksasi wilayah tersebut.

Pencaplokan sepihak Israel tidak diakui secara internasional. Suriah menuntut pengembalian Dataran Tinggi Golan sebagai teritorinya.

Hasan berpendapat, pengakuan Israel akan menimbulkan implikasi pada status wilayah tersebut. "Pengakuan AS akan menyulitkan dalam proses pembebasan Golan dari penguasaan Israel," kata Hasan.

Sikap AS ini juga semakin memperburuk situasi keamanan di Timur Tengah. Sebelumnya AS terlebih dahulu mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel. Padahal Palestina mengharapkan Yerusalem Timur menjadi ibu kota negara masa depan.

"Ini akan semakin membuka luka di Timur Tengah mengingat kondisi Suriah yang sedang tidak stabil. Kalau Suriah negara kuat tentunya Israel tidak akan semena-mena," kata Hasan.

Hasan menambahkan, isu mengenai Dataran Tinggi Golan kerap dibahas dalam pertemuan-pertemuan DK PBB. Pertemuan menekankan bahwa seluruh negara anggota harus patuh pada resolusi yang ada.

Resolusi yang dimaksud antara lain Resolusi 242 (1967), 338 (1973) dan 497 (1981) yaitu penolakan terhadap perolehan suatu wilayah yang dilakukan secara paksa. Selain itu, resolusi menekankan penarikan mundur pasukan Israel dari wilayah Dataran Tinggi Golan dan penolakan terhadap jurisdiksi hukum Israel atas Dataran Tinggi Golan. 

Resolusi juga menegaskan bahwa langkah Israel untuk menduduki Dataran Tinggi Golan adalah tidak sah dan tidak memiliki dampak hukum internasional.

Indonesia mendesak masyarakat internasional untuk terus menghormati hukum internasional dan piagam PBB serta tetap berpedoman kepada Resolusi PBB terkait dalam mendorong proses perdamaian di kawasan Timur Tengah.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement