Ahad 31 Mar 2019 22:41 WIB

Palestina dan Golan Isu Utama Konferensi Liga Arab di Tunis

Isu Palestina dan Dataran Tinggi Golan menjadi perhatian para pemimpin Arab.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Nashih Nashrullah
Ilustrasi pertemuan Liga Arab
Foto: AP/Hassan Ammar
Ilustrasi pertemuan Liga Arab

REPUBLIKA.CO.ID, TUNIS – Isu Palestina dan Dataran Tinggi Golan menjadi dua topik utama yang dibahas dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Liga Arab yang dihelat di Ibu Kota Tunisia, Tunis, Ahad (31/3). 

Saat memberi pidato di KTT Liga Arab, Raja Arab Saudi Salman bin Abdulaziz al-Saud menegaskan kembali dukungan negaranya terhadap perjuangan Palestina untuk mendirikan negara berdaulat dengan Yerusalem Timur sebagai ibu kotanya. 

Baca Juga

"Masalah Palestina akan menjadi agenda utama Kerajaan Arab Saudi, sampai rakyat Palestina mendapatkan hak-hak mereka yang sah, yang paling tertinggi adalah pendirian negaranya dengan perbatasan 1967," kata Raja Salman, dikutip laman the National.   

Selain itu, Raja Salman menyinggung keputusan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengakui Dataran Tinggi Golan sebagai milik Israel. Saudi, kata dia, menolak tegas segala tindakan yang berdampak pada kedaulatan Suriah atas Dataran Tinggi Golan.  

Raja Salman turut mendesak tentang pentingnya menemukan solusi politik guna mengakhiri konflik Yaman. 

"Di Yaman, kami menekankan di sini dukungan kami terhadap upaya PBB untuk mencapai solusi politik bagi krisis di Yaman dan kami mendesak masyarakat internasional untuk bekerja keras melawan milisi Houthi serta menentan intervensi Iran," ucapnya.  

Presiden Tunisia, Beji Caid Essebsi, menyuarakan dukungan terhadap Palestina. "Stabilitas regional dan internasional harus datang melalui penyelesaian yang adil dan komprehensif yang mencakup hak-hak rakyat Palestina serta mengarah pada pembentukan negara Palestina dengan Yerusalem sebagai ibu kotanya," ujar Essebsi.  

Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Guterres, yang turut menghadiri KTT Liga Arab juga menyerukan tentang pentingnya solusi dua negara antara Palestina dan Israel. 

Dia menekankan, kedua negara harus hidup berdampingan dan menjadikan Yerusalem sebagai ibu kota bersama.   

"Tidak ada Rencana B, tanpa dua negara, tidak ada solusi (perdamaian Israel-Palestina)," kata Guterres, dikutip laman UN News.   

Dia mengutarakan kekhawatirannya perihal nasib jutaan warga Suriah yang telantar dan membutuhkan bantuan. 

Guterres menyerukan pentingnya segera menemukan solusi politik guna mengakhiri konflik sipil yang telah belangsung selama delapan tahun di negara tersebut. 

"Setiap resolusi konflik Suriah harus menjamin persatuan, integritas, wilayah Suriah, termasuk Dataran Tinggi Golan yang diduduki," ujar Guterres. 

Pada kesempatan itu, Guterres mengumumkan bahwa PBB akan segera membuka kantor penghubung ke Liga Arab di Kairo, Mesir. 

Hal itu agar PBB dan Liga Arab dapat mengintesifkan koordinasi guna menangani masalah yang menjadi perhatian bersama, seperti kehidupan warga Irak, stabilitas Lebanon, dan lainnya. 

"Mari kita bekerja lebih dekat bersama untuk mengeluatkan potensi penuh dari wilayah vital ini, menanggapi aspirasi kaum muda dan membangun masa depan yang lebih baik untuk semua," kata Guterres. 

Asisten profesor ilmu politik di Temple University, Sean Yom, menilai KTT Liga Arab tidak lebih dari ‘arak-arakan peserta’. 

"Liga Arab ada karena memang harus ada, yaitu, lebih sulit untuk membongkar organisasi regional daripada menciptakannya," katanya, dikutip laman Aljazeera.   

"Liga Arab adalah produk sampingan dari era di mana ada ancaman kolektif (Israel), dan ketika masalah-masalah tertentu, seperti kesatuan pan-Arab dan keadilan Palestina, benar-benar telah memobilisasi kekuatan di antara massa Arab," ujar Yom.  

Menurut dia, KTT Liga Arab dapat memberi manfaat pada tingkat marjinal. "Kuwait, misalnya, kemungkinan akan mencoba lagi untuk meyakinkan kubu Saudi dan Qatar untuk (terlibat) dialog," kata dia, merujuk pada upaya penyelesaian krisis Teluk. 

Dia mengatakan rakyat Palestina juga menggunakan KTT ini untuk merangkul sekutu Arab mereka, meskipun poros Israel-Saudi-Mesir yang mendorong 'Deal of the Century' menjadikan ini sebagai titik perdebatan.

Deal of the Century merupakan kerangka perdamaian yang dibuat AS untuk menciptakan perdamaian di Timur Tengah, termasuk mengakhiri konflik Israel dan Palestina.

AS berencana meluncurkan Deal of the Century tahun ini. Namun Palestina telah menolak kerangka perdamaian tersebut karena diperkirakan tidak lagi mencantumkan permasalahan vital, seperti status Yerusalem dan nasib jutaan pengungsi Palestina. 

 

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement