Jumat 22 Mar 2019 18:47 WIB

AS Akui Golan Milik Israel, Netanyahu: Trump Buat Sejarah

Netanyahu menilai AS telah menjadi teman terbaik Israel

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Nashih Nashrullah
Perdana Menteri Israel, Benyamin Netanyahu.
Foto: Ronen Zvulun/Pool Photo via AP
Perdana Menteri Israel, Benyamin Netanyahu.

REPUBLIKA.CO.ID, TEL AVIV – Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengapresiasi Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump yang mengakui Dataran Tinggi Golan sebagai bagian dari wilayah Israel. Pengakuan tersebut merupakan momen bersejarah.   

Melalui akun Twitter pribadinya, Netanyahu mengunggah foto dirinya sedang menelepon. 

Baca Juga

"Malam ini sedang bertelepon dengan teman saya Presiden Trump. Presiden Trump membuat sejarah dan mengakui kedaulatan Israel atas Dataran Tinggi Golan," kata Netanyahu pada Kamis (21/3).  

Netanyahu menilai AS telah menjadi teman terbaik Israel. "Kami tidak memiliki teman yang lebih baik," ujarnya. 

Dalam cuitan berikutnya, Netanyahu kembali mengulangi pernyataannya tentang sejarah yang dibuat Trump dengan mengakui Dataran Tinggi Golan milik Israel. "Terima kasih Presiden Trump, terima kasih Amerika," ucap Netanyahu.  

Pada Kamis lalu, Trump mengatakan, setelah 52 tahun, kini tiba saatnya bagi AS mengakui Dataran Tinggi Golan sebagai bagian dari Israel. Trump menilai hal itu penting untuk keamanan Israel dan stabilitas di kawasan.  

Sejumlah negara, seperti Rusia, Turki, dan Iran, telah mengkritik keputusan Trump. Mereka menilai hal tersebut melanggar hukum dan konsensus internasional tentang Dataran Tinggi Golan. Mereka menyatakan Golan merupakan bagian tak terpisahkan dari Suriah.  

Dataran Tinggi Golan direbut Israel dari Suriah setelah berakhirnya Perang Arab-Israel pada Juni 1967. Sekitar dua pertiga Dataran Tinggi Golan tetap di bawah kendali Israel setelah Perang Yom Kippur pada 1973. 

Namun pada 1981, pemerintahan Menachem Begin menerbitkan Golan Heights Law yang secara efektif mencaplok Golan sebagai bagian dari kekuasaan Israel. 

PBB dan negara-negara besar dunia, termasuk Rusia dan Uni Eropa menolak mengakui pencaplokan tersebut hingga saat ini.  

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement