Kamis 11 Apr 2019 16:53 WIB

Pemerintah Libya Klaim Rebut Kembali Kamp Militer Yarmuk

Pasukan Haftar sebelumnya mengklaim berhasil merebut kamp militer Yarmuk di Libya.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Nur Aini
Foto satelit menunjukkan Bandara Mitiga setelah diserang di Tripoli, Libya, Senin (8/4).
Foto: 2019 Maxar Technologies via AP
Foto satelit menunjukkan Bandara Mitiga setelah diserang di Tripoli, Libya, Senin (8/4).

REPUBLIKA.CO.ID, TRIPOLI -- Pasukan Pemerintah Libya yang berbasis di Tripoli mengatakan telah berhasil merebut kembali kamp militer Yarmuk dari Pasukan Tentara Nasional Libya (LNA) yang dipimpin Khalifa Haftar, Kamis (11/4).

Seorang sumber militer yang enggan dipublikasikan identitasnya mengungkapkan, pasukan militer yang berbasis di Tripoli telah melancarkan operasi ke Yarmuk. Operasi tersebut dibantu oleh Front al-Sumud.

Baca Juga

Kamp militer Yarmuk, yang berada di daerah Ain Zara, menurut sumber tersebut, telah berhasil direbut kembali oleh pemerintah yang berbasis di Tripoli. Namun dia tak mengungkap apakah ada korban tewas dalam peristiwa itu.

Pasukan Haftar, pada Rabu (10/4), mengklaim berhasil merebut kamp militer Yarmuk dari pasukan pemerintah yang didukung PBB. Setelah mengontrol kamp tersebut, mereka menyatakan akan bergerak ke Tripoli.

LNA diketahui sedang berupaya merebut kendali pemerintahan Perdana Menteri Fayez al-Sarraj yang berpusat di Tripoli. Operasi militer besar-besaran telah dilakukan sejak pekan lalu dan mengancam keselamatan warga Libya.

Badan dan organisasi internasional, seperti PBB, Uni Eropa, dan NATO telah menyerukan agar pertempuran di sana segera dihentikan. "Masih ada waktu untuk berhenti," kata Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres seusai memberi pengarahan di Dewan Keamanan PBB, dikutip laman Daily Sabah.

Dia menilai Libya menghadapi situasi yang sangat berbahaya. "Sangat jelas bagi saya bahwa kita perlu memulai kembali dialog dan negosiasi politik yang serius, tapi hal itu jelas tak dapat terjadi tanpa sepenuhnya menghentikan permusuhan," ujar Guterres.

Libya telah dilanda krisis sejak 2011, yakni ketika pemberontakan yang didukung NATO melengserkan mantan presiden Muammar Qaddafi. Dia pun tewas setelah digulingkan.

Sejak saat itu, kekuasaan politik Libya terpecah dua. Basis pertama memusatkan diri di Libya timur, yang salah satu tokohnya adalah Khalifa Haftar. Sementara basis yang didukung PBB berada di Tripoli.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement