Jumat 12 Apr 2019 20:20 WIB

Masa Depan Palestina Terancam Naiknya Netanyahu

Pemerintahan Netanyahu selama ini tampak tak bertekad perdamaian Palestina-Israel

Rep: Puti Almas/ Red: Hasanul Rizqa
Perdana Menteri Israel, Benyamin Netanyahu.
Foto: Ronen Zvulun/Pool Photo via AP
Perdana Menteri Israel, Benyamin Netanyahu.

REPUBLIKA.CO.ID, TEL AVIV -- Pemilihan umum Israel yang kembali memenangkan Benjamin Netanyahu dinilai menyuramkan masa depan Palestina. Melihat rekam jejaknya, pemerintahan sayap kanan yang dipimpinnya kurang menunjukkan itikad menciptakan perdamaian di antara Palestina dan Israel.

Dalam setiap kampanye yang dilakukannya, Netanyahu kerap menekankan janji. Jika menjabat kembali sebagai perdana menteri, dia menyebut wilayah permukiman warga Israel yang ilegal akan dianeksasi.

Baca Juga

Sejumlah analis meyakini, naiknya Netanyahu akan membuat Israel kian menindas Palestina. Dominasi itu dinilai semakin dalam bagi setiap warga Palestina sehari-hari. Kemudian, aneksasi atas wilayah Tepi Barat yang akan dilakukan lebih gencar, meski selama ini hal itu juga telah terjadi secara bertahap.

Kampanye pemilu Israel 2019 terlihat penuh dengan sikap anti-Palestina dengan kecendrungan wacana politik yang bergerak lebih jauh ke arah kanan. Di antaranya dari sikap Benny Gantz, pemimpin Partai Biru-Putih.

Dalam sejumlah video kampanye, Gantz membanggakan jumlah warga Palestina yang tewas di Gaza selama serangan militer Israel pada 2014. Saat itu, ia merupakan seorang komandan pasukan.

Pada hari pemilihan berlangsung, warga Palestina juga mendapat tekanan dengan hadirnya 1.200 aktivis dari partai Netanyahu, Likud. Mereka membawa kamera di pusat pemungutan suara di lingkungan yang didominasi warga Palestina, tampaknya berupaya mengintimidasi pemilih di sana.

Namun, Netanyahu membantah hal itu dan mengatakan kamera dipasang untuk mengawasi jalannya pemilihan secara bebas dan adil. Dengan jumlah suara yang dihitung secara keseluruhan, nampaknya hanya akan ada 10 dari 120 anggota parlemen Israel dari partai-partai politik yang mayoritas anggotanya Arab mendukung kesetaraan bagi Palestina. Termasuk untuk mendukung berakhirnya pendudukan Israel dan serangan bagi warga Palestina di Gaza.

Dalam sebuah penyataan, seorang analis opini publik internasional dan konsultan strategis yang berbasis di Tel Aviv, Dahlia Scheindlin mengatakan ketika 46 hingga 50 persen populasi Israel adalah sayap kanan, para kandidat telah memperhitungkan bahwa mereka perlu bersaing dengan menonjolkan lebih banyak idelaisme sayap kanan. Dengan demikian, mereka yakin akan dapat memenangkan lebih banyak suara dalam pemilihan.

“Mereka nantinya tidak akan membicarakan solusi dua negara dan pastinya pembentukan sebuah negara Palestina. Dan apa yang akan mereka lakukan adalah menggunakan kata pendudukan,” jelas Scheindlin.

Netanyahu dikatakan akan melanjutkan kebijakan apartheid terhadap Palestina, serta kolonisasi dan rasisme yang seluruhnya merupakan bentuk penindasan. Apapun langkah yang diambil olehnya bertujuan untuk membuat warga Palestina tak dapat bertahan hidup di tanah air mereka sendiri, yang dijajah oleh Israel sejak 1948.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement