Selasa 09 Apr 2019 13:02 WIB

9 Tokoh Prodemokrasi Hong Kong Divonis Bersalah

Mereka dianggap melakukan penghasutan dan pembangkangan.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Ani Nursalikah
Seorang demonstran prodemokrasi memegang payung di luar markas pemerintah di Hong Kong, 9 Oktober 2014. Pengadilan Hong Kong memvonis bersalah sembilan aktivis prodemokrasi, Selasa (9/4).
Foto: AP Photo/Kin Cheung
Seorang demonstran prodemokrasi memegang payung di luar markas pemerintah di Hong Kong, 9 Oktober 2014. Pengadilan Hong Kong memvonis bersalah sembilan aktivis prodemokrasi, Selasa (9/4).

REPUBLIKA.CO.ID, HONG KONG -- Pengadilan Hong Kong memvonis bersalah sembilan tokoh prodemokrasi yang terlibat dalam aksi demonstrasi Umbrella Movement atau Revolusi Payung pada 2014, Selasa (9/4). Mereka dianggap terbukti melakukan aksi penghasutan, pembangkangan, dan mengganggu ketertiban publik.

Tiga tokoh yang didakwa dengan tuduhan gangguan publik adalah profesor sosiologi Chan Kin-man (60 tahun), profesor hukum Benny Tai (54), dan menteri baptis Chu Yiu-ming (75). Selain dianggap mengganggu ketertiban publik, mereka juga didakwa melakukan konspirasi.

Baca Juga

Selain mereka, tokoh prodemokrasi lainnya yang divonis bersalah adalah anggota parlemen Tanya Chan dan Shiu Ka-Chun, mantan pemimpin mahasiswa Eason Chung dan Tommy Chung, dan seorang aktivis Raphael Wong. Mereka dianggap terbukti melakukan aksi penghasutan terhadap orang lain untuk menyebabkan gangguan publik.

Mantan anggota parlemen Hong Kong Lee Wing-tat juga divonis bersalah. Dia dinilai terbukti melakukan hasutan dengan tujuan menciptakan keonaran umum.

Kendati telah divonis bersalah, pengadilan belum memutuskan berapa lama hukuman pidana untuk mereka. Namun, masing-masing terancam hukuman maksimal tujuh tahun penjara.

Saat vonis bersalah dijatuhkan, para pendukung gerakan Umbrella Movement berkerumun di luar pengadilan. “Apa pun yang terjadi hari ini saya memiliki keyakinan banyak orang di sini akan berjuang untuk demokrasi Hong Kong,” kata Benny Tai kepada para demonstran saat dibawa keluar dari ruang pengadilan, dikutip laman The Guardian.

Peneliti senior di Human Rights Watch (HRW) Cina Maya Wang mengkritik penggunaan pasal gangguan publik untuk mendakwa para tokoh prodemokrasi tersebut. Menurut dia, dakwaan terhadap mereka bermotivasi politik dari pada asas keadilan hukum.

“Pengadilan Hong Kong, dengan menyebut protes damai demi mendapatkan hak sebagai gangguan publik, mengirimkan pesan mengerikan yang kemungkinan akan menguatkan pemerintah untuk menuntut para aktivis yang lebih damai. Lebih jauh lagi, membebani kebebasan berekspresi di Hong Kong,” ujarnya.

Direktur Amnesty Hong Kong Man-kei Tam menilai vonis bersalah terhadap sembilan tokoh pro-demokrasi itu adalah pukulan telak bagi kebebasan berekspresi, termasuk kebebasan menyelenggarakan aksi demonstrasi damai, di Hong Kong. “Pemerintah telah menggunakan dakwaan yang tidak jelas dalam penganiayaan tanpa henti terhadap Umbrella Nine (mengacu kepada sembilan tokoh yang divonis bersalah,” ucapnya.

Menurut dia, pemerintah semakin memanfaatkan penuntutan sebagai alat politik untuk membidik para aktivis damai. “Menyalahgunakan hukum untuk membungkam perdebatan tentang isu-isu sensitif seperti demokrasi dan otonomi Hong Kong,” ujarnya.

Umbrella Movement yang berlangsung pada 2014 adalah sebuah aksi massa yang menyerukan pemilu bebas di Hong Kong. Aksi itu disebut-sebut sebagai gerakan sipil terbesar dalam sejarah Hong Kong.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement