Jumat 26 Apr 2019 20:27 WIB

Cina: Belt and Road Bukan Klub Eksklusif

Cina mengaku ingin meningkatkan multilateralisme dengan Belt and Road Initiative.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Nur Aini
Peta one belt one road, obor yang merupakan jalur sutra baru dinisiasi Cina
Foto: linkedin
Peta one belt one road, obor yang merupakan jalur sutra baru dinisiasi Cina

REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- Cina berupaya menyisihkan kekhawatiran negara-negara yang terlibat dalam proyek infrastruktur Belt and Road Initiative (BRI). Ia meyakinkan bahwa BRI bukan hanya melayani kepentingan Bejing, tapi juga meningkatkan multilateralisme. 

Presiden Cina Xi Jinping, saat berpidato dalam acara BRI Forum kedua di Beijing, Jumat (26/4), mengatakan proyek Belt and Road akan menguntungkan setiap pihak yang terlibat. 

Baca Juga

"Belt and Road bukanlah klub eksklusif. Ini bertujuan meningkatkan konektivitas dan kerja sama praktis (dari negara-negara yang berpartisipasi), memberikan hasil yang saling menguntungkan dan pembangunan bersama," ujar Xi, dikutip laman South China Morning Post (SCMP). 

Xi berjanji negaranya akan menegakkan prinsip-prinsip konsultasi yang luas, menjaga komunikasi dan koordinasi yang erat dengan semua pihak, untuk bekerja bersama dengan keterbukaan, inklusifitas, dan transparansi. "Kita perlu mengejar kerja sama yang terbuka dan bersih. Segala sesuatu harus dilakukan secara transparan dan kita tidak menoleransi korupsi," ucapnya, dikutip laman the Guardian.

Dia tak menampik bahwa Cina memang mencari surplus perdagangan. Namun, dengan prinsip keseimbangan, Beijing siap mengimpor lebih banyak produk dan layanan pertanian dari negara-negara lain. 

Xi pun menegaskan negaranya akan menegakkan kerja sama dengan komunitas internasional tentang perlindungan hak kekayaan intelektual (HKI). Cina akan mengakhiri transfer teknologi secara paksa, melindungi merek dan rahasia dagang, serta memerangi pencurian IP. 

Dia mengatakan, pada November mendatang, Cina akan menyelenggarakan pameran impor di Shanghai. Tujuan dari kegiatan itu adalah menciptakan platform bagi bisnis asing untuk memasuki pasar Cina. 

Cina juga siap memotong tarif dan menekan hambatan non-tarif. "Arus komoditas, modal, teknologi, dan orang-orang sangat penting bagi pertumbuhan ekonomi," ujar Xi. 

Semua hal yang diungkapkan Xi muncul di tengah skeptisisme dari kritikus luar negeri yang mengklaim bahwa proyek BRI hanya membantu Cina melegitimasi ambisi geopolitiknya. Dengan keputusannya yang tak segan mengucurkan pinjaman besar untuk proyek infrastruktur, Cina dianggap menciptakan "perangkap utang" bagi negara-negara yang berpartisipasi. 

Kendati demikian, Menteri Ekonomi Jerman Peter Altmaier mengatakan bahwa negara-negara besar Uni Eropa ingin menandatangani nota kesepahaman terkait proyek BRI. Namun, penandatanganan dilakukan negara-negara Eropa sebagai sebuah kelompok,  bukan individu. 

"Di negara-negara besar Uni Eropa kami telah sepakat bahwa kami tidak ingin menandatangani memorandum bilateral, tapi bersama-sama membuat pengaturan yang diperlukan antara Wilayah Ekonomi Eropa yang lebih besar dan wilayah ekonomi Cina," kata Altmaier.

Menurut dia, Cina adalah mitra, tapi juga pesaing pada saat yang bersamaan. Oleh sebab itu Uni Eropa harus mendefinisikan kepentingannya. "Kita perlu strategi konektivitas kita sendiri," ujarnya. 

Altmaier mengatakan, apa yang hendak dilakukan Eropa didorong oleh janji Xi Jinping untuk mengejar perdagangan bebas dan multilateralisme. "Kami akan menepati janji ini dengan serius," kata dia. 

Pada Maret lalu, Italia menjadi negara besar Barat pertama yang mendukung proyek BRI. Keputusan tersebut diambil Roma meskipun banyak pemimpin Uni Eropa memperingatkannya agar tak terburu-buru jatuh ke rangkulan Beijing. 

Sementara itu di Asia, beberapa negara, termasuk Malaysia dan Thailand, telah mengurangi, bahkan membatalkan proyek BRI. Sedangkan, Ethiopia dan negara lainnya telah menegosiasikan kembali pembayaran utang. 

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement