Sabtu 25 May 2019 15:51 WIB

Pentagon Tuding Iran Dalangi Sabotase Kapal Tanker di UEA

Iran juga dituding mengatur serangan pipa minyak milik Arab Saudi.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Nur Aini
Kapal penjaga pantai Uni Emirat Arab (UEA) melewati kapal tanker minyak di perairan Fujairah, UEA, Senin (13/5).
Foto: AP Photo/Jon Gambrell
Kapal penjaga pantai Uni Emirat Arab (UEA) melewati kapal tanker minyak di perairan Fujairah, UEA, Senin (13/5).

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Pentagon menuding Iran mendalangi aksi sabotase terhadap beberapa kapal tanker di lepas pantai UEA. Teheran juga dituduh sebagai pihak yang mengatur serangan pipa minyak milik Arab Saudi. 

Direktur Operasi untuk Staf Gabungan Wakil Laksamana Mike Gliday mengatakan, tindak-tanduk Iran di kawasan memang telah mengancam kepentingan AS dan keamanan pasukannya. Selain mendalangi sabotase kapal tanker dan menyerang fasilitas minyak Saudi, Gliday turut menuduh Iran berada di balik serangan roket yang jatuh di sebuah area di dekat kedutaan AS di Baghdad, Irak. 

Baca Juga

"Meskipun kami tidak mencari konflik dengan Iran, kami bertekad melindungi pasukan dan kepentingan kami di kawasan dari serangan," ujarnya saat menggelar konferensi di Pentagon pada Jumat (24/5), dikutip laman Anadolu Agency. 

Tuduhan itu muncul saat Presiden AS Donald Trump mengumumkan pengerahan 1.500 tentara ke Timur Tengah. Dari pasukan yang dikerahkan, di dalamnya tercakup intelijen, ahli pengawasan dan pengintaian, unit perlindungan pasukan, teknik, dan penerbangan. Menurut Gliday, skuadron tempur Angkatan Udara AS juga masuk dalam pasukan tersebut. 

Gliday menjelaskan bahwa pengerahan pasukan tambahan ke Timur Tengah tidak dimaksudkan untuk memprovokasi Iran. Mereka mengemban misi untuk meningkatkan perlindungan bagi pasukan yang telah ditempatkan di kawasan itu sebelumnya. Terdapat 70 ribu tentara AS yang saat ini berada di Timur Tengah. 

Ketegangan antara Iran dan AS dimiulai sejak Washington mengerahkan kapal induk USS Abraham Lincoln dan pesawat bomber B-52 ke Teluk Persia. Langkah itu dinilai merupakan sebuah upaya AS untuk menekan Iran agar bersedia merundingkan program nuklirnya.

Sejak saat itu, kedua negara terlibat dalam retorika yang kian memanaskan situasi Teluk. Iran dan AS sama-sama menyatakan tidak menginginkan peperangan. Namun mereka juga menegaskan siap bila harus terlibat dalam konfrontasi militer.

Sejumlah negara, seperti Jerman, Inggris, termasuk Uni Eropa, telah memperingatkan kedua negara agar menahan diri dan menghindari provokasi. Hal itu penting dilakukan karena Teluk merupakan kawasan yang riskan dan mudah tersulut konflik.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement