Selasa 02 Jul 2019 09:50 WIB

Disinformasi Buat Publik Sulit Move On dari Pilpres 2019

Polarisasi merupakan dampak dari disinformasi yang digunakan dalam politik elektoral.

Red:
ABC News
ABC News

Rangkaian perhelatan pesta demokrasi Pemilu 2019 nyaris rampung dengan telah ditetapkannya presiden dan wakil presiden terpilih. Namun, tampaknya belum semua warga menerima putusan ini. Mereka pun sulit beranjak dari wacana dukung mendukung kubu paslon mereka.

Seruan lupakan pilihan di pilpres 2019:

  • Presiden dan wakil presiden terpilih mengajak seluruh rakyat Indonesia bersatu melupakan pilihan politik di pilpres 2019
  • Polarisasi di masyarakat masih berlanjut
  • Pengamat menilai kondisi ini merupakan dampak dari disinformasi yang digunakan dalam politik elektoral

 

Setelah ditetapkan sebagai presiden dan wakil presiden terpilih periode 2019 -2024 oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU), Joko Widodo dan KH Ma'ruf Amin dalam pidatonya kembali menyerukan semua masyarakat untuk bersatu dan melupakan perbedaan pilihan politik.

Namun, tampaknya bagi sebagian orang, ini bukan perkara yang mudah untuk dilakukan. Narasi menolak kepemimpinan keduanya masih mengemuka dari sejumlah warga.

Begitu juga dengan perseteruan pendukung kedua kubu di media sosial juga masih terus berlanjut.

Sebagai contoh, awal pekan ini viral beredar postingan dari seorang warganet di media sosial yang memasang status ajakan untuk tidak memasang foto presiden dan wakil presiden terpilih Joko Widodo-Maruf Amin di dinding sekolah.

"Kalau boleh usul, di sekolah-sekolah tidak usah lagi memajang foto presiden dan wakil presiden. Turunin saja foto-fotonya. Kita sebagai guru nggak mau kan mengajarkan anak-anak didik kita tunduk, mengikuti, dan membiarkan kecurangan dan ketidakadilan?" tulis kiriman tersebut.

Sebaliknya dalam unggahannya di Facebook tersebut, dia mengusulkan foto yang pantas dipajang adalah foto Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan.

"Cukup pajang foto goodbener kita saja. Gubernur Indonesia Anies Baswedan," tambahnya.

Sejumlah pengamat menilai, ini adalah reaksi kekecewaan pendukung 02 yang bersifat sesaat.

Lalu bagaimana masyarakat menanggapi hasil Pemilu 2019 ini? Berikut penuturan sejumlah warga kepada wartawan Iffah Nur Arifah di Jakarta.

"Terima hasil pemilu tapi masih curiga pemilu dicurangi"

Juliana, 27 tahun, Karyawati swasta

 

Apakah sudah menerima hasil pilpres 2019 di mana Jokowi dan KH Ma'ruf Amin yang menjadi presiden dan wapres 2019-2024?

Di pemilu lalu saya pilih 02, kecewa pasti ada karena pasangan 02 kalah. Namun, kalau sudah diputuskan seperti itu ya mau gak mau ya harus terima. Cuma terkait isu kecurangan, kalau memang benar terjadi ya saya tetap tidak menerima kecurangan itu.

Di kalangan pendukung 02 masih terdengar narasi menolak presiden dan wapres terpilih, bagaimana menurut Anda?

Saya pribadi tidak tahu fakta kecurangan itu gimana, apa 02 yang terlalu membesar-besarkan atau memang 01 memang melakukan itu. Namun, sepanjang mereka (pendukung 02) punya bukti, ya kebenaran itu harus diungkapkan. Bagi orang yang berani mereka mungkin mau menganjurkan menolak presiden atau wapres terpilih atau tidak memasang fotonya, tapi saya bukan tipe orang seperti itu. Saya pilih cara lain, misalnya dengan berdoa semoga diungkapkan kalau memang itu kecurangan.

Setuju tidak dengan seruan presiden dan wapres terpilih untuk melupakan pilihan politik saat pilpres lalu?

Menurut saya iya, yang penting membawa perubahan ke yang lebih baik lebih baik aja.

 

"Harus segera ada rekonsiliasi!"

Andri, 56 tahun, wiraswasta

 

Apakah sudah menerima hasil pilpres 2019 di mana Jokowi dan KH Ma'ruf Amin yang menjadi presiden dan wapres 2019-2024?

Harus dong, saya kemarin pilih 01.

Setuju tidak dengan seruan presiden dan wapres terpilih untuk melupakan pilihan politik saat pilpres lalu?

Setuju dong, seruan itu bagus banget, sudah bereslah soal pilpres, mau ngapain lagi.

Menurut Anda apakah pendukung dua kubu harus segera menyudahi perseteruan?

Iya dong. Kita kan mau negara kita maju, kalau kita 'perang' terus walau cuma di medsos tapi itu kan ngeri juga sikap seperti itu.

Soalnya teman-teman saya di Facebook sampai hari ini masih ribut dukung mendukung 01 dan 02, hari ini ada temen yang posting mau hapus-hapusin teman yang berbeda pilihan politiknya. Namun, saya gak begitu, saya gak mau berantem sama yang beda pilihan. Itu gak baik banget. Sampai hari ini saya masih berteman seperti biasa, meski mereka beda pilihan politik.

Apa yang harus dilakukan?

Saya kira rekonsiliasi harus segera dilakukan, itu penting banget. Mungkin elite di atas susah, tapi kita masyarakat bisa lakukan. Sudahi kubu-kubu-an ini. Bagi saya itu harus.

 

"Yang penting negara kita udah punya presiden"

Nurhasa Sartika, 19 tahun, baru lulus SMA

 

Apakah sudah menerima hasil pilpres 2019 di mana Jokowi dan KH Ma'ruf Amin yang menjadi presiden dan wapres 2019-2024?

Iyalah, bagi saya presiden siapa aja gak masalah. Kan dia jadi presiden kita juga gak lantas dapat gaji tiap bulan dari negara, kan kita gak ngerasain langsung seperti itu, jadi ngapain ribet-ribet. Bagi saya yang penting negara kita punya presiden.

Setuju tidak dengan seruan presiden dan wapres terpilih untuk melupakan pilihan politik saat pilpres lalu?

Setuju aja, soalnya ini pertama kali saya ikut pemilu, waktu nyoblos kemarin saya masih sekolah, jadi sempat juga lihat antar temen yang beda pilihan suka main ledek-ledekan. Tapi ada juga yang 'narik urat' atau 'ngegas' kalau diledek teman, tapi akhirnya baikan juga sih. Sekarang saya udah gak pakai medsos dan udah gak sama-sama lagi jadi gak tahu deh apa masih pada ribut.

Menurut Anda apakah para pendukung dari dua kubu harus menyudahi perseteruan?

Iya, sebagai pemilih pemula saya jadi bingung, kayaknya baru kali ini pilpres diributkan banget. Kayak setiap masalah selalu disangkut pautkan sama presiden. Terus juga semua orang yang sebelumnya gak ngeh sama politik, tiba-tiba jadi pakar politik.

Misal teman saya, di Indonesia banyak bencana langsung dibilang ini selama Jokowi jadi presiden jadi banyak bencana. Padahal, bencana itu kan kuasa Allah, bukan kuasa Jokowi.

Setiap saya buka status di medsos pasti baca postingan temen dan saya selalu bertanya 'emang elu paham (isu) itu, jadi saya sebel saja. Jadi saya berharap itu semua segera selesai. Sudah alus-alus ajalah, lancar-lancar aja semuanya.

 

"Kecuali bagi yang punya kepentingan, pilpres sudah selesai"

Rahmat Irmawan, 29, wirausaha

 

Apakah sudah menerima hasil pilpres 2019 di mana Jokowi dan KH Ma'ruf Amin yang menjadi presiden dan wapres 2019-2024?

Saya kemarin pilih 01. Saya orang awam, bukan orang politik, jadi saya cuma lihat kebijakan politik paslon yang menurut saya bagus, ya udah saya pilih itu. Karena siapa pun presidennya kalau kebijakan politiknya gak bagus ya gak bakal jalan.

Setuju tidak dengan seruan presiden dan wapres terpilih untuk melupakan pilihan politik saat pilpres lalu?

Setuju dong, udahlah selesai itu semua, lanjutkan hidup lagi seperti biasa, ngapain ngurusin pilpres lagi, mending urus pekerjaan kita.

Menurut Anda apakah para pendukung dari dua kubu harus menyudahi perseteruan?

Kalau menurut saya, situasi diantara pendukung kalau yang orang awam sih udah biasa aja, pilpres udah selesai ya udah aja. Kecuali orang yang punya kepentingan, kita gak tahu kepentingannya apa kok sampai segitunya bela kubunya, pasti ada kepentingan.

Harapan saya sih yang penting jangan panas-panasan lagi lah, kalau panas, kasihan pebisnis, ekonomi jadi gak stabil. Kalau situasi politik masih panas begini, kita makin sering digoyang sama asing karena gak stabil, tapi kalau kita stabil politiknya pasti stabil juga ekonomi kita.

Kayak kemarin kerusuhan 22 Mei, jadi gak tenang tuh masyarakat dan pebisnis juga. Saya sampai gak masuk kantor tiga hari.

Jadi harapan saya kondisi politik kita semua aman, kita sama-sama orang Indonesia jadi ayo bareng-bareng majukan negara kita. Karena gimana juga, kita makan dan tinggal di sini.

 

"Siapa pun yang terpilih itu yang terbaik, dia bapak kita semua"

Adi Setianto, 23, karyawan

 

Apakah sudah menerima hasil pilpres 2019 di mana Jokowi dan KH Ma'ruf Amin yang menjadi presiden dan wapres 2019 -2024?

Saya kemarin golput, jadi bagi saya siapa yang terpilih itu artinya ibaratnya bapak kita gitu loh. Dan kalau aturannya sudah ditetapkan seperti itu ya itu artinya memang dia udah pilihan masyarakat.

Setuju dengan seruan melupakan pilihan politik di pilpres 2019?

Gak masalah, saya gak fanatik 01 atau 02, jadi mana yang jadi presiden itu artinya yang terbaik lah.

Menurut Anda apakah para pendukung dari dua kubu harus menyudahi perseteruan?

Tolong dihentikanlah sengit-sengitan dan sahut-sahutan antarpendukung, kan kita mau aman damai, intinya biar Indonesia maju. Namun, saya baca-baca di internet, sayang aja kalo liat elite politik komentarnya masih manas-manasin, kan mereka seharusnya jadi panutan, gak eloklah ucapan mereka yang seperti itu.

Sulit 'move on' karena disinformasi

 

Sementara itu, pengamat dari Pusat Penelitian Kemasyarakatan dan Kebudayaan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Wahyudi Akmaliah, menilai, hal mendasar yang membuat banyak masyarakat masih belum beranjak dari dukung-mendukung kubu paslonnya di pilpres 2019 ini adalah bukan sekadar perkara 'gagal move on', tapi karena disinformasi yang digunakan dalam politik elektoral.

Disinformasi yang dia maksud adalah penyebaran informasi yang tidak benar atau kabar bohong, hoaks, agitasi yang disengaja untuk menjatuhkan atau mendeligitimasi lawan politik. Disinformasi ini berlangsung di kedua kubu.

Wahyudi mencontohkan disinformasi di kubu 01 yang menyerang Prabowo sebagai sosok yang Islamis, radikal, anti-NKRI, dan sebagainya. Sementara itu, ia menyoroti disinformasi oleh kubu 02 yang sudah dilakukan sebelum pencoblosan berlangsung hingga sengketa pilpres berakhir di MK.

"Sebelum voting mereka sudah bilang kalau kalah berarti mereka dicurangi. Artinya mereka sudah membangun pra kondisi disinformasi seolah-olah mereka sudah pasti menang dan membangun alibi kalau kalah pasti karena dicurangi."

"Lalu, kemudian mereka menolak atau tidak percaya pada hasil quick count, terus tidak percaya pada KPU, dan mereka mengaku dicurangi terus menerus walau ketika sampai di MK, Itu sebenarnya tidak ada bukti-bukti yang jelas mengenai proses kecurangan itu, tapi mereka terus membangun basis ketidakpercayaan itu dan ini diterima oleh para pendukungnya sebagai kebenaran."

Alumnus program International Peace Studies, Universidad Para Lapaz, Costa Rica, Amerika Tengah, ini mengatakan, disinformasi yang beredar ini memengaruhi paparan informasi yang diterima oleh pendukung masing-masing kubu karena mekanisme algoritme media sosial.

"Akhirnya terbentuklah kebenaran versi 01 dan kebenaran versi 02, sehingga walaupun kemudian ada fakta-fakta pendukung yang menjelaskan kalau apa yang disebut kebenaran bagi mereka itu salah dan apa yang disebut salah itu benar, itu tidak akan berpengaruh buat mereka."

Wahyudi memperkirakan rekonsiliasi diantara pendukung dari kedua kubu akan sulit tercapai jika tidak diawali oleh sikap para elite politik yang menjadi panutan bagi para pendukungnya.

"Solusinya elite politik 02 harus mengakui kalau mereka kalah dan akan mereka berjuang lebih lanjut. Tapi yang terjadi kan mereka tidak pernah mengaku kalah, sebaliknya mereka mengemukakan narasi kita serahkan pada Alloh SWT, mereka sudah berjuang sekeras mungkin dan seterusnya. Elite politik lebih mementingkan merawat follower-nya ketimbang mengakui kekalahan."

"Tanpa rekonsiliasi di tingkat elite, algoritme medsos atau paparan informasi yang beredar di kubu mereka tidak akan berubah. Dan itu baru akan berubah kalau ada parpol dari kubu 02 pindah ke kubu 01."

Sementara menanti rekonsiliasi di tingkat elite, menurut dia, masyarakat awam bisa menginisiasi rekonsiliasi di akar rumput.

"Bagi pendukung 01, karena sudah menang sebaiknya jangan 'ngegas' dulu, mereka cukup diam saja. Dan bagi pendukung 02, ya harus lebih melakukan kontrol diri terhadap hasil pilpres yang memang tidak sesuai dengan yang diinginkan apalagi jangan menggunakan sentimen agama kalau pilihan mereka adalah yang diridhoi Tuhan dan sebagainya." kata Wahyudi.

Meski demikian, Wahyudi Akmaliah meyakini apa yang terjadi di masyarakat saat ini hanya bersifat sementara. Seiring berjalannya waktu akan terjadi normalisasi di dalam kehidupan masyarakat sehari-hari.

"Sikap-sikap kekecewaan, penolakan, perseteruan ini hanya bersifat sementara. Dia akan mengendap tapi dalam momentum tertentu akan keluar lagi. Seperti pada momentum pilkada. Tapi, event politik kita yang mendatang masih cukup lama," katanya.

Ikuti berita-berita menarik lainnya dari situs ABC Indonesia disini.

Disclaimer: Berita ini merupakan kerja sama Republika.co.id dengan ABC News (Australian Broadcasting Corporation). Hal yang terkait dengan tulisan, foto, grafis, video, dan keseluruhan isi berita menjadi tanggung jawab ABC News (Australian Broadcasting Corporation).
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement