Selasa 02 Jul 2019 12:29 WIB

Surat Kabar Cina: Tidak Ada Toleransi pada Protes Hong Kong

Taiwan mendukung Hong Kong untuk sepenuhnya demokratis.

Rep: Rossi Handayani/ Red: Ani Nursalikah
 Massa pengunjuk rasa penentang rancangan undang-undang ekstradiksi berhasil masuk ke dalam gedung legislatif Hong Kong, Senin (1/7).
Foto: AP/Kin Cheung
Massa pengunjuk rasa penentang rancangan undang-undang ekstradiksi berhasil masuk ke dalam gedung legislatif Hong Kong, Senin (1/7).

REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- Sebuah surat kabar Pemerintah Cina menyerukan tidak adanya toleransi setelah terjadi untuk rasa di Hong Kong semalam, Senin (1/7).

"Karena kesombongan dan kemarahan yang membabi buta, para pengunjuk rasa menunjukkan ketidakpedulian total terhadap hukum dan ketertiban," Global Times, yang diterbitkan oleh Partai Komunis People's Daily, mengatakan dalam sebuah editorial, Selasa (2/7).

Baca Juga

Di sisi lain, Menteri Luar Negeri Taiwan Joseph Wu di akun Twitter-nya Senin malam mengatakan pada peringatan 22 tahun serah terima Hong Kong, warga menggebu-gebu dengan kemarahan dan frustrasi. "Jelas rezim satu negara, dua sistem tidak lain hanyalah kebohongan. Saya mendesak komunitas global mendukung perjuangan rakyat untuk kebebasan dan pemilihan yang sepenuhnya demokratis," ucapnya, merujuk pada Partai Komunis China.

Pemrotes ingin pemimpin Hong Kong Carrie Lam untuk menghapus RUU ekstradisi. Selain itu, juga menuntutnya mundur. Lam telah menciptakan krisis baru bagi Presiden China Xi Jinping, yang sudah bergulat dengan perang dagang dengan Washington.

Adapun Hong Kong kembali ke China di bawah formula satu negara, dua sistem. Ini memungkinkan kebebasan yang tidak dinikmati di China daratan, termasuk kebebasan memprotes dan peradilan yang independen.

Namun, banyak yang khawatir Beijing memperketat cengkeramannya atas Hong Kong. Beijing membantah ikut campur, tetapi bagi banyak warga Hong Kong, RUU ekstradisi merupakan langkah terakhir dalam pawai tanpa henti menuju kontrol Cina.

Lam menangguhkan RUU ekstradisi pada 15 Juni, mengatakan ia telah mendengar aspirasi masyarakat. Lam yang didukung Beijing mengadakan konferensi pers pada pukul 04.00 pagi (2/7) untuk mengutuk protes paling keras yang mengguncang kota itu dalam beberapa dekade. Dia sekarang berpegang teguh pada pekerjaannya di saat serangan balasan yang belum pernah terjadi terhadap pemerintah.

RUU ekstradisi dipandang oleh banyak orang sebagai ancaman terhadap aturan hukum Hong Kong. Ini akan mencakup tujuh juta penduduk Hong Kong serta warga negara asing dan China.

Hong Kong mulai tenang pada Selasa (2/7) pagi setelah terjadi ketegangan. Sebelumnya polisi telah menembakkan gas air mata untuk membubarkan ratusan pengunjuk rasa yang telah menyerbu legislatif dalam memprotes RUU ekstradisi.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement