Sabtu 29 Jun 2019 05:52 WIB

Sri Lanka Hentikan Moratorium Hukuman Mati

Presiden, pun sudah menandatangani persetujuan eksekusi mati pada empat orang

Rep: Bambang Noroyono/ Red: Esthi Maharani
Ilustrasi Hukuman Mati
Foto: MGIT4
Ilustrasi Hukuman Mati

REPUBLIKA.CO.ID, KOLOMBO — Pemerintahan di Sri Lanka mengembalikan praktik hukuman mati. Presiden Maithipala Sirisena, baru-baru ini mengaku telah merampungkan regulasi pencabutan maratorium hukuman mati di negerinya. Presiden, pun sudah menandatangani persetujuan eksekusi mati terhadap narapidana yang menjadi gembong peredaran narkoba.

“Saya telah menyetujui dan menandatangani eksekusi mati terhadap empat orang,” begitu kata Presiden Sirisena, seperti mengutip Aljazirah, Jumat (28/6).

Namun ia belum mau menyebutkan empat nama calon tereksekusi karena dikahwatirkan bakal terjadi kerusuhan di sejumlah penjara. Akan tetapi, praktik hukuman mati di Sri Lanka ini mengakhiri 42 tahun penghentian eksekusi mati terhadap pelaku kejahatan di negeri itu. 

Aljazirah melaporkan, Presiden Sirisena mengkhususkan pengembalian eksekusi mati hanya terhadap jenis kejahatan narkoba. Upaya mengeksekusi mati para narapidana dari gembong narkoba, sebetulnya presiden kampanyekan sejak Februari lalu. Presiden Sirisena mengakui pencabutan moratorium hukuman mati terhadap kejahatan narkoba meniru langkah Presiden Rodrigo Duterta di Filipina.

Sebelum 1975, Sri Lanka sebetulnya negara yang memberlakukan praktik hukuman mati terhadap dua kategori kejahatan luar biasa. Yakni pembunuhan, dan perkosaan. Pelaku kejahatan, akan digantung sampai nyawanya hilang. Namun pada 1976, negara itu menandatangani konvesi internasional tentang hak-hak sipil yang mengharuskan negara peratifikasi, membuang praktik hukuman mati terhadap semua jenis kejahatan.

Sri Lanka, mengubah pidana maksimal hukuman mati, menjadi penjara seumur hidup. Akan tetapi, dalam dua dekade terakhir, kejahatan di Sri Lanka menemui jenis baru. Yakni, meningkatnya penggunaan narkoba dan obat-obat terlarang.

Presiden Sirisena, mengatakan, pada 2018, tercatat 200 ribu pecandu narkoba di negaranya. Kata dia, dari 24 ribu penghuni penjara, 60 persennya, adalah para narapidana narkoba. Hukuman mati terhadap penjahat narkoba, kata dia, untuk memberikan pesan tegas kepada para bandar narkoba.  

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement