Kamis 04 Jul 2019 04:50 WIB

PBB: Serangan kepada Migran Libya Bisa Jadi Kejahatan Perang

Serangan tersebut menewaskan lebih dari 44 migran.

Rep: Farah Noersativa/ Red: Ani Nursalikah
Pusat penahanan migran di Tajoura, di timur Tripoli, Libya hancur karena serangan udara, Rabu (3/7).
Foto: AP Photo/Hazem Ahmed
Pusat penahanan migran di Tajoura, di timur Tripoli, Libya hancur karena serangan udara, Rabu (3/7).

REPUBLIKA.CO.ID, TAJOURA -- Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia, Michelle Bachelet mengatakan serangan di Pusat Penahanan Migran Tajoura di luar ibu kota Libya bisa menjadi sebuah kejahatan perang. Serangan tersebut menewaskan lebih dari 44 migran, Selasa (4/7) waktu setempat.

Dilansir di laman BBC, Kamis (4/7), sebanyak 130 orang mengalami luka-luka. Pemerintah Libya pun menuding serangan itu merupakan serangan udara oleh pasukan yang setia kepada panglima perang, Jenderal Khalifa Haftar. Sementara, pasukan Jenderal Haftar menuduh pemerintah yang menembaki pusat tersebut.

Baca Juga

Sebagian besar yang meninggal dunia diyakini adalah orang-orang Afrika sub-Sahara yang berusaha mencapai Eropa dari Libya. Ribuan migran ditahan di pusat-pusat penahanan yang dikelola pemerintah di Libya.

Bachelet mengatakan informasi bahwa lokasi itu juga menampung warga sipil telah diberikan kepada semua pihak yang terlibat dalam konflik Libya itu.  "Serangan ini mungkin, tergantung pada keadaan yang tepat, merupakan kejahatan perang," katanya.

Dia menambahkan, momentum itu merupakan kali kedua tempat penampungan migran itu diserang. Secara terpisah, Dewan Keamanan PBB telah mengubah agendanya dan membahas situasi di Libya secara tertutup pada Rabu (3/7) waktu setempat. Libya mengalami kehancuran dan perpecahan sejak penguasa lama Muammar Gaddafi digulingkan dan dibunuh pada 2011.

Sebuah hanggar di Pusat Penahanan Tajoura yang menampung 600 migran, dilaporkan terkena dampak langsung. Anggota kelompok dialog politik yang didukung PBB, Guma El-Gamaty kepada BBC mengatakan korban yang terlibat pun termasuk perempuan dan anak-anak, demikian kata .

Seorang pejabat di kementerian kesehatan Libya, Dokter Khalid Bin Attia, menggambarkan serangan tersebut sebuah pembantaian. "Orang-orang ada di mana-mana, kamp dihancurkan, orang-orang menangis di sini, ada trauma psikologis, listrik terputus,” kata dia.

Dia mengklaim tidak bisa melihat daerah yang diserang itu dengan sangat jelas. Akan tetapi, ketika ambulans datang, dokter itu sempat melihat keadaannya dan mengungkapkan keadaannya sangat mengerikan dengan darah ada di mana-mana.

PBB mengeluarkan peringatan keras pada Mei lalu, bahwa mereka yang tinggal di pusat Tajoura harus segera dipindahkan dari jalan yang berbahaya. "Risikonya tidak bisa diterima pada saat ini," kata badan pengungsi PBB.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement