Senin 08 Jul 2019 18:01 WIB

Bandara Mitiga Libya Kembali Beroperasi Usai Dihantam Misil

Bandara Migitiga satu-satunya bandara yang beroperasi di Libya.

Rep: Puti Almas/ Red: Nashih Nashrullah
Pekerja Bulan Sabit Merah Libya mengevakuasi jenazah migran setelah serangan udara menghantam pusat penahanan migran di Tajoura, timur Tripoli, Libya, Rabu (3/7).
Foto: AP Photo/Hazem Ahmed
Pekerja Bulan Sabit Merah Libya mengevakuasi jenazah migran setelah serangan udara menghantam pusat penahanan migran di Tajoura, timur Tripoli, Libya, Rabu (3/7).

REPUBLIKA.CO.ID, KAIRO— Wilayah udara di bandara satu-satunya yang berfungsi di Ibu Kota Libya, Mitiga, kembali beroperasi pada Ahad, setelah ditutup menyusul jatuhnya sebuah misil, menurut unggahan laman Facebook otoritas Bandara Mitiga.

Pihaknya menambahkan bahwa sejumlah perusahaan penerbangan akan menerima kembali para penumpang untuk menyelesaikan sisa penerbangan mereka yang dijadwalkan ulang.

Baca Juga

Tiga pegawai maskapai Afriqiyah terluka dan satu pesawat terkena hantaman rudal. Tidak ada komentar langsung dari maskapai tersebut.

Pesawat dengan rute Carthage Tunisia-Mitiga, Libya, dialihkan pada Ahad ke Bandara Internasional Misrata yang melayani kota pantai Mediterania Misrata di Libya, setelah wilayah udara Mitiga ditutup. 

Sementara itu, eskalasi konflik di Libya membuat banyak migran yang tertahan di negara itu menuntut evakuasi untuk keluar dari negara itu sesegera mungkin. Sebelumnya, juga terjadi serangan udara di pusat penahanan yang berlokasi di Ibu Kota Tripoli dan membuat lebih dari 50 orang tewas dan setidaknya 130 lainnya terluka.  

Migran yang berada di pusat tahanan juga melakukan aksi mogok makan untuk menuntut evakuasi segera dilakukan. Mereka meminta diselamatkan dari kemungkinan serangan-serangan lainnya.

“Selamatkan kami dari kematian, selamatkan kami dari bom selanjutnya. Meski kami selamat saat ini, tapi kami masih menjadi target,” ujar pernyataan para migran di pusat penahanan kepada VOA, Senin (8/7). 

Serangan udara yang terjadi di pusat penahanan migran di Tripoli terjadi pada 3 Juli, menyusul konfik yang terjadi antara pasukan Tentara Nasional Libya (LNA) pimpinan Khalifa Haftar serta pasukan pemerintah yang didukung oleh PBB. Sejak awal tahun ini, LNA telah melancarkan serangan untuk merebut wilayah Ibu Kota tersebut.

Pada 1 Juli lalu, LNA juga mengatakan akan memulai pengeboman besar-besaran yang menargetkan Ibu Kota dengan alasan 'cara tradisional' perang telah usai. Meski demikian, kelompok itu membantah keterlibatan dalam insiden serangan di pusat penahanan imigran kali ini.  

 

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement