Selasa 02 Jul 2019 17:19 WIB

Presiden Taiwan Desak Hong Kong Respons Tuntutan Warganya

Presiden Taiwan menilai situasi bisa semakin memburuk di Hong Kong.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Nur Aini
Presiden Taiwan Tsai Ing-wen.
Foto: AP Photo/Chiang Ying-ying
Presiden Taiwan Tsai Ing-wen.

REPUBLIKA.CO.ID, TAIPEI – Presiden Taiwan Tsai Ing-wen mendesak Pemerintah Hong Kong merespons tuntutan warganya yang menuntut penarikan rancangan undang-undang (RUU) ekstradisi ke Cina. Menurutnya, ada potensi situasi semakin memburuk jika pejabat-pejabat di sana tak menghiraukan suara massa.

“Saya khawatir akan ada konfrontasi yang lebih buruk di depan jika tuntutan masyarakat tetap tidak tertangani,” kata Tsai pada Selasa (2/7), seperti dilaporkan media yang dikelola Pemerintah Hong Kong, Central News Agency.

Baca Juga

Pada Senin malam lalu, Menteri Luar Negeri Taiwan Joseph Wu juga menyoroti aksi kerusuhan yang terjadi di sekitar gedung Dewan Legislatif Hong Kong. Menurut dia, hal itu merupakan bentuk rasa frustrasi dan kemarahan warga di sana.

“Sudah jelas ‘satu negara dua sistem’ rezim Partai Komunis Cina tak lain adalah kebohongan. Saya mendesak komunitas global mendukung perjuangan rakyat untuk kebebasan dan pemilihan yang sepenuhnya demokratis,” ujar Wu.

Media massa Hong Kong turut menyoroti aksi penggerudukan gedung Dewan Legislatif Hong Kong oleh massa pendemo. Mereka menggambarkan peristiwa itu sebagai Sunflower Movement (Gerakan Bunga Matahari) versi Hong Kong. Gerakan Sunflower terjadi pada Maret 2014. Saat itu mahasiswa di Taiwan memimpin aksi protes selama 24 hari di gedung parlemen. 

Awal tahun ini, Tsai Ing-wen mengecam rencana Presiden Cina Xi Jinping untuk menerapkan prinsip “satu negara dua sistem” terhadap Taiwan. Menurut dia, hal tersebut merupakan ancaman bagi kehidupan demokratis Taiwan.

Sejak saat itu, hubungan antara Taipei dan Beijing pun memanas. Cina menuding Tsai mendorong kemerdekaan formal untuk wilayah tersebut.

Kendati mendapat tekanan dan ancaman dari Cina, tapi Taiwan tak ciut. Pada Mei lalu, mereka pun menggelar latihan militer gabungan. Kegiatan itu dilakukan untuk memperkuat pertahanan merespons meningkatnya ancaman militer Cina.

Lebih dari 3.000 tentara berpartisipasi dalam latihan tersebut. Jet-jet tempur dan kapal selam turut dikerahkan. Menteri Pertahanan Taiwan Yen The-fa mengungkapkan saat ini wilayahnya memang masih berada di bawah ancaman militer Cina. “Kekuatan militer Partai Komunis Cina terus berkembang, tanpa menanggalkan penggunaan kekuatan untuk menyerang Taiwan,” ujarnya.

Dia turut mengomentari tentang latihan ekstensif yang dilakukan militer Cina dalam beberapa bulan terakhir dengan melibatkan kapal perang, pembom, dan pesawat pengintai. Ia mengkritik kegiatan itu karena dianggap sebagai bentuk intimidasi. “Itu adalah niat Beijing menghancurkan stabilitas regional dan keamanan lintas-selat,” ucapnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement