Rabu 10 Jul 2019 19:30 WIB

Raja Thailand Dukung Kabinet yang Dikritik untuk Balas Budi

Kabinet baru Thailand dinilai untuk balas budi, bukan untuk kepentingan rakyat.

Rep: Lintar Satria/ Red: Nur Aini
Dalam foto tangkapan video, Raja Thailand Maha Vajiralongkorn duduk di singgasana di depan Ratu Suthida saat secara resmi dinyatakan sebagai raja di Grand Palace, Bangkok, Sabtu (4/5).
Foto: Thai TV Pool via AP
Dalam foto tangkapan video, Raja Thailand Maha Vajiralongkorn duduk di singgasana di depan Ratu Suthida saat secara resmi dinyatakan sebagai raja di Grand Palace, Bangkok, Sabtu (4/5).

REPUBLIKA.CO.ID, BANGKOK -- Raja Thailand Maha Vajiralongkorn mendukung kabinet sipil Perdana Menteri Prayuth Chan-Ocha. Pengumuman itu diumumkan surat kabar Royal Gazette pada Rabu (10/7).

Prayuth, seorang mantan jenderal tentara dan pemimpin junta. Ia ditunjuk senator dan legislator yang diisi militer sebagai perdana menteri setelah pemilihan umum 24 Maret lalu berdasarkan sistem yang menurut oposisi tidak adil.  

Baca Juga

Prayuth menunjuk dirinya sendiri sebagai menteri pertahanan. Menteri keuangan barunya adalah Uttama Savanayana, ketua Palang Pracharat Party yang mendukung Prayuth. 

Uttama memiliki portofolio industri di militer. Sebelumnya, ia memegang banyak jabatan di sektor swasta. Orang-orang yang loyal kepada pemerintahan militer Prayuth seperti Prawit Wongsuwan, Somkid Jatusripitak, dan Wissanu Krea-ngam tetap menjadi deputi perdana menteri. 

Mantan deputi junta militer Anupong Paochinda tetap menjadi menteri dalam negeri. Tapi, Prayuth membagikan beberapa sektor ekonomi penting dengan anggota koalisi yang berisi 19 partai. 

The Democrat Party mengambil kementerian pertanian dan perdagangan. Sementara Bhumjaithai Party mengambil jatah kementerian kesehatan, transportasi, dan pariwisata. 

Pengamat politik dari Rangit University, Wanwichit Boonprong mengatakan ia kecewa dengan jajaran kabinet yang dipilih karena menunjukkan politik balas budi lebih penting dibandingkan untuk memberikan yang terbaik untuk rakyat. 

"Lebih pada tentang menyesuaikan kepentingan partai dibandingkan menunjuk orang yang sesuai untuk pekerjaan yang tepat," kata Wanwichit. 

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement