Jumat 12 Jul 2019 13:25 WIB

Konstitusi Direvisi, Kim Jong-un Kini Panglima Tertinggi

Penunjukan Kim tersebut kemungkinan mempersiapkan perjanjian damai dengan AS.

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Ani Nursalikah
Pemimpin Korea Utara (Korut) Kim Jong-un.
Foto: AP
Pemimpin Korea Utara (Korut) Kim Jong-un.

REPUBLIKA.CO.ID, SEOUL -- Pemimpin Korea Utara (Korut) Kim Jong-un secara resmi ditunjuk sebagai kepala negara sekaligus panglima militer dalam sebuah revisi konstitusi. Penunjukan ini kemungkinan bertujuan mempersiapkan perjanjian damai dengan Amerika Serikat (AS).

Konstitusi baru menyatakan Kim menjabat sebagai ketua Komisi Urusan Negara (SAC), yang merupakan badan pemerintahan terkemuka yang dibentuk pada 2016. Badan ini adalah perwakilan tertinggi dari semua rakyat Korea. Dengan demikan, saat ini Kim merupakan kepala negara sekaligus panglima tertinggi.

Baca Juga

Konstitusi sebelumnya hanya menyebut Kim sebagai pemimpin tertinggi yang memimpin kekuatan militer di negara itu. Sebelumnya, kepala negara resmi Korut adalah presiden parlemen yang dikenal sebagai Presidium Majelis Rakyat Tertinggi.

"Kim bermimpi menjadi presiden Korut dan dia secara efektif mewujudkannya. Dia telah lama berusaha melepaskan kebijakan militer-pertama yang tidak normal di negara ini sejak lama," ujar seorang profesor di Far East Institute Kyungnam University, Kim Dong-yup di Seoul, Jumat (12/7).

Kim mengalihkan fokusnya untuk pertumbuhan ekonomi pada tahun lalu, dan melancarkan pembicaraan nuklir dengan Ameria Serikat (AS). Kim bergerak mengubah citranya sebagai pemimpin dunia melalui sejumlah pertemuan puncak dengan Korea Selatan (Korsel), China, dan Rusia.

Peneliti senior dari Korea Institute for National Unification, Hong Min mengatakan, perubahan konstitusi bertujuan mempersiapkan kemungkinan perjanjian damai dengan AS. Korut telah lama menyerukan perjanjian perdamaian dengan AS untuk menormalkan hubungan dan mengakhiri keadaan teknis perang sejak Perang Korea 1950-1953. Perang Korea berakhir dengan gencatan senjata ketimbang perjanjian damai.

"Amandemen itu mungkin merupakan kesempatan untuk menetapkan status Kim sebagai penandatanganan perjanjian damai, sambil memproyeksikan citra negara sebagai negara normal," kata Hong.

AS menolak menandatangani perjanjian damai komprehensif sebelum Korut mengambil langkah-langkah substansial menuju denuklirisasi. Namun para pejabat AS telah mengisyaratkan bahwa mereka mungkin bersedia untuk membuat perjanjian yang lebih terbatas untuk mengurangi ketegangan, membuka kantor penghubung, dan bergerak menuju hubungan yang membaik.

Korut telah membekukan bom nuklir dan uji coba rudal jarak jauh sejak 2017. Namun belum lama ini Korut menguji coba rudal jarak pendek setelah pertemuan puncak kedua dengan AS pada Februari lalu.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement