Jumat 12 Jul 2019 01:00 WIB

Indonesia Sampaikan Sikap Isu Uighur Lewat Jalur Bilateral

Indonesia belum melakukan pertemuan khusus yang membahas Uighur dengan Cina.

Rep: lintar satria/ Red: Dwi Murdaningsih
Pagar penjagaan di kamp penahanan, yang secara resmi disebut pusat pendidikan keterampilan di Xinjiang untuk Muslim Uighur.
Foto: Reuters/Thomas Peter
Pagar penjagaan di kamp penahanan, yang secara resmi disebut pusat pendidikan keterampilan di Xinjiang untuk Muslim Uighur.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Direktur Hak Asasi Manusia dan Kemanusiaan Kementeria Luar Negeri RI, Achsanul Habib mengatakan Indonesia sudah menyampaikan sikap mengenai Uighur melalui hubungan bilateral. Pemerintah Cina menahan minoritas Uighur di sebuah fasilitas di Xinjiang yang menurut mereka sebagai pusat vokasi.

"Sudah beberapa kali Menlu yang berkaitan tentang Uighur ini kami masukan kedalam kerangka kerja hubungan bilateral," kata Achsanul di Jakarta, Kamis (11/7).

Baca Juga

Pernyataan sikap Indonesia ini disampaikan melalui berbagai forum. Baik itu dalam pertemuan-pertemuan bilateral Cina-Indonesia maupun di konferensi pers. Achsanul mengatakan Indonesia belum melakukan pertemuan khusus yang membahas Uighur dengan Cina.

"Tidak pernah ada pertemuan yang spesifik membahas Uighur," kata Achsanul.

Sebanyak 22 negara mengirimkan teguran ke Cina tentang situasi di Xinjiang. Surat itu dikirimkan ke ketua Dewan Hak Asasi Manusia (HAM) PBB. Achsanul menjelaskan apa yang dilakukan negara-negara tersebut hanya inisiatif sekelompok negara.

"Itu hanya inisiatif sekelompok negara, bukan agenda PBB," kata Achsanul.

Indonesia tidak ikut menandatangani surat tersebut. Saat ini Indonesia sedang dalam proses menggalang dukungan untuk mencalonkan diri sebagai anggota Dewan HAM PBB. Achsanul mengatakan sampai pemilihan bulan Oktober nanti Indonesia masih terus menggalang dukungan.

"Agar dukungannya cukup memadai hingga Indonesia terpilih untuk mendapatkan salah satu dari empat kursi yang tersedia," katanya.

Achasanul mengatakan peran dan praktik Indonesia dalam mempertahankan hak asasi manusia yang menentukan dalam proses pencalonan ini. Achsanul mengaku dalam pertemuannya dengan negara-negara sahabat dalam rangka menggalang dukungan semua semuanya mengakui rekam jejak Indonesia.

"Bahkan beberapa negara menyebutkannya mulai dari Konferensi Asia-Afrika tahun 1955," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement