Rabu 10 Jul 2019 08:18 WIB

Israel Terus Gali Terowongan di Bawah Yerusalem

Israel miliki agenda politik di balik proyek penggalian terowongan di Yerussalem.

Kubah Nabi, Kompleks Masjid Al Aqsha, Yerusalem, Palestina. (ilustrasi)
Foto: Screen Capture Youtube
Kubah Nabi, Kompleks Masjid Al Aqsha, Yerusalem, Palestina. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID,

Oleh Kamran Dikarma

Baca Juga

Setiap hari Fayyad Abu Rmeleh, warga Palestina berusia 60 tahun, harus mendengar derum pengeboran terowongan di bawah bangunan rumahnya. Kegiatan itu telah mengakibatkan dinding rumahnya retak. Ia khawatir bila aktivitas pengeboran terus berlanjut, rumahnya bakal runtuh.

"Ini membahayakan hidup kami. Di manapun Anda menoleh, Anda menemukan celah baru (di dinding)," katanya, dikutip laman Aljazirah, Selasa (9/7).

Dia belum tahu terdapat berapa banyak terowongan di bawah rumahnya. "Namun, kami yakin setidaknya ada tiga," ucapnya.

Sebanyak 50 anggota keluarga Abu Rmeleh tinggal di lingkungan Wadi Hilweh Silwan di Yerusalem Timur. Sejak tahun 2000, otoritas Israel melakukan aktivitas pengeboran dan penggalian di daerah tersebut. Tujuannya menemukan jejak-jejak kuil Yahudi kuno yang diyakini terkubur di bawah lingkungan itu.

Pekan lalu Pemerintah Israel meresmikan terowongan Jalur Peziarah yang membentang dari Wadi Hilweh ke Tembok Barat, tepat di luar kompleks Masjid al-Aqsha. Para pejabat Israel, termasuk anggota organisasi permukiman Elad Foundation yang mendanai proyek pengeboran, mengklaim rute di bawah tanah itu merupakan jalur yang digunakan peziarah Yahudi ke Kuil Kedua, yang lokasinya diyakini berada di bawah kompleks al-Aqsha.

Otoritas Palestina mengutuk kehadiran pejabat Amerika Serikat (AS) dalam acara peresmian terowongan Jalur Peziarah. Ia menilai hal itu merupakan bagian dari Yahudisasi terhadap Yerusalem.

Bahkan, lembaga swadaya masyarakat Israel, yakni Israel Emek Shaveh, menilai proyek penggalian di sekitar Yerusalem, khususnya Silwan, bermasalah. Menurut mereka, sampai saat ini belum ada laporan akademis atau ilmiah yang dipublikasikan perihal klaim Israel atas terowongan yang digalinya dan dianggap sebagai rute peziarah Yahudi.

"Orang-orang di Elad Foundation menciptakan realitas sejarah imajiner yang dibentuk oleh keyakinan agama dan tujuan nasionalis mereka, bukan oleh temuan arkeologis serta bukti sejarah lainnya," kata Emek Shaveh dalam laporannya.

Menurut Emek Shaveh, penggalian terowongan yang secara eksklusif terkait sejarah Yahudi mengabaikan bab-bab multikultural di Yerusalem pada masa lampau, seperti periode Bizantium dan Umayyah. Di sisi lain, terkait terowongan di Tembok Barat yang populer, Israel tak pernah menyebutkan kepada pengunjung bahwa apa yang ada di dalamnya tidak berhubungan dengan sejarah Yahudi.

CEO Emek Shaveh, Mizrachi, mengungkapkan, sebagian besar penggalian di terowongan Tembok Barat berada di bawah strata yang sepenuhnya Muslim, yakni struktur Mamluk dari abad ke-14 dan 15 Masehi. Namun, narasi yang diceritakan kepada pengunjung hampir secara eksklusif berfokus pada sejarah Kuil Kedua. "Sehingga ini sama sekali mengabaikan makna historis dari lokasi situs itu berada," ujar Mizrachi.

Dia pun menyangkal klaim Israel bahwa pengeboran terowongan di Silwan telah menemukan bukti historis Raja Daud. "Ada perdebatan yang sangat kuat di antara para arkeolog tentang apa yang terjadi di Yerusalem pada abad ke-10 sebelum Masehi, periode yang saya pahami sebagai masa Kerajaan Daud dan Solomon," ucapnya.

Karena itulah, sulit mengesampingkan bahwa Israel memiliki agenda politik di balik proyek penggalian terowongan di sekitar Yerusalem. "Sayangnya, Israel menggunakan terowongan ini, yang disamarkan sebagai penggalian arkeologis, tetapi sebenarnya itu bagian dari tujuan politik untuk mencegah Yerusalem menjadi bagian dari solusi politik apa pun," kata Mizrachi.

Dia menilai penggalian terowongan merupakan bentuk lain dari pembangunan permukiman. "Ini adalah permukiman tanpa orang, tetapi itu adalah permukiman arkeologis. Ini tidak kurang bermasalah dari permukiman lain, tetapi bahkan lebih dari itu," ujarnya. (ed:yeyen rostiyani)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement