Selasa 09 Jul 2019 22:49 WIB

WHO: Konflik Dorong Wabah Ebola Meluas

Komunitas internasional dinilai mengabaikan wabah ebola di Kongo.

Rep: Fergi Nadira/ Red: Ani Nursalikah
Foto yang diambil pada Ahad, 20 Mei 2018 ini menunjukkan sebuah tim dari Doctors Without Borders memakai pakaian pelindung dan peralatan untuk persiapan pengobatan pasien Ebola di rumah sakit Mbandaka, Kongo.
Foto: Louise Annaud/Medecins Sans Frontieres via AP
Foto yang diambil pada Ahad, 20 Mei 2018 ini menunjukkan sebuah tim dari Doctors Without Borders memakai pakaian pelindung dan peralatan untuk persiapan pengobatan pasien Ebola di rumah sakit Mbandaka, Kongo.

REPUBLIKA.CO.ID, KINSHASA -- Wabah penyakit ebola di Afrika semakin luas penyebarannya. Hal tersebut diperparah karena konflik dan ketidakamanan bagi penduduknya yang diabaikan oleh dunia internasional.

Kepala Organisasi Kesehatan Dunia Tedros Adhanom Ghebreyesus menyebut wabah ebola terburuk kedua di dunia. Ia menyerukan kebangkitan global terhadap meningkatnya risiko wabah penyakit yang menyebar dari wilayah konflik. Sangat disayangkan sebab konflik memicu penyebarannya yang diabaikan oleh masyarakat internasional.

Baca Juga

"Hanya ketika ada ketakutan dan kepanikan dalam tajuk berita barulah komunitas internasional memberikan uang untuk merespons," kata Tedros dilansir Guardian, Selasa (9/7).

Menurutnya, masalah sebenarnya adalah kurangnya dana sehari-hari untuk kesiapan memerangi epidemi serius ini, sebelum menjadi ancaman regional atau internasional. Berbicara soal pendanaan untuk respons terhadap wabah ebola, ia mengatakan, masalah utamanya adalah menahan diri dari memberikan dana hingga pada akhirnya ada ketakutan dan kepanikan.

"Sikap itu harus berubah. Kita seharusnya tidak mendanai dalam jumlah besar ketika kita panik, tetapi harus mendanai untuk menghindari kepanikan," ujarnya.

Mengingat momok menakutkan virus influenza Spanyol, yang menewaskan puluhan juta setelah Perang Dunia I, ia menambahkan, sistem kesehatan internasional di dunia yang semakin mengglobal hanya sekuat hubungan terlemah. Dalam sebuah wawancara eksklusif dengan Guardian di Jenewa, Tedros mengatakan ia percaya wabah di Republik Demokratik Kongo dapat dikendalikan dalam jangka pendek. Namun, virus tersebut pasti akan kembali jika ketidakstabilan politik berlanjut di Utara Kivu dan Iruri, yang merupakan provinsi utama wabah melanda.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement