Senin 15 Jul 2019 09:08 WIB

Seorang Wartawan Afghanistan Dibunuh

Afghanistan adalah negara paling berbahaya bagi para jurnalis pada 2018.

Rep: Puti Almas/ Red: Ani Nursalikah
Tentara Afghanistan berjaga di Kabul, Afghanistan.
Foto: AP
Tentara Afghanistan berjaga di Kabul, Afghanistan.

REPUBLIKA.CO.ID, KABUL -- Seorang reporter yang bekerja di salah satu stasiun radio lokal di Provinsi Paktia, Afghanistan Nader Shah Sahibzada dilaporkan tewas dibunuh. Jasadnya ditemukan pada Sabtu (13/7), setelah sempat hilang satu hari sebelumnya.

VOA menyebutkan dari laporan autopsi awal diketahui Sahibzada mengalami penyiksaan sebelum akhirnya ditikam hingga tewas. Terdapat dugaan pelaku yang menghabisi nyawanya mungkin mendapatkan perintah secara khusus.

Baca Juga

Seorang rekan kerja Sahibzada, Aminullah Amiri mengatakan selama ini tak ada masalah atau konflik yang pernah melibatkan jurnalis itu. Namun, tidak menutup kemungkinan Sahibzada harus kehilangan nyawa terkait dengan profesinya tersebut.

Juru bicara Kepolisian Paktia, Sardar Wali Tabassum mengatakan penyelidikan sedang dilakukan atas kasus pembunuhan Sahibzada. Saat ini pelaku, serta pihak lainnya yang harus bertanggung jawab dalam kasus ini masih dalam pencarian.

Dalam sebuah pernyataan, kelompok advokasi media di Afghanistan mengatakan kasus pembunuhan seorang wartawan atau jurnalis seperti Sahibzada bukanlah yang pertama kali terjadi. Sejak awal tahun ini, sebanyak tujuh jurnalis lokal dilaporkan tewas akibat dibunuh.

Tidak ada kelompok maupun individu yang secara langsung mengklaim berada di balik pembunuhan para jurnalis di Afghanistan tersebut. Meski demikian, terdapat dugaan kasus-kasus ini berkaitan dengan Taliban.

Pada akhir bulan lalu, Taliban memberi peringatan pada media Afghanistan untuk menghentikan berbagai pemberitaan yang dinilai sebagai bentuk propaganda pemerintah. Kelompok itu memperingatkan media menghentikan kampanye anti-Taliban yang dinilai dibuat oleh pemerintah.

Taliban juga memperingatkan akan menargetkan setiap pihak yang terkait dengan media yang terus menyiarkan iklan anti-Taliban. Kelompok tersebut dapat menjadikan media dan setiap orang yang terlibat di dalamnya sebagai sasaran militer di Ibu Kota Kabul, maupun provinsi, kota, daerah pedesaan, serta wilayah manapun di negara itu.

Secara lengkap, Taliban memperingatkan semua stasiun televisi, radio, dan saluran siaran lainnya untuk segera menghentikan apa yang disebut oleh mereka sebagai ‘kegiatan bermusuhan’. Jika seluruh media tersebut tidak melakukan apa yang diminta, maka mereka dapat dijadikan sasara militer karena dianggap sebagai bagian dari intelijen musuh.

Dalam sebuah pernyataan, Presiden Afghanistan Ashraf Ghani mengecam ancaman Taliban terhadap media. Ia mengatakan kebebasan berekspresi di setiap negara diperlukan dan menyerang media adalah bentuk tentangan terhadap nilai-nilai kemanusiaan.

Reporters Without Borders (RSF) yang berbasis di Paris, yang mengadvokasi kebebasan pers di seluruh dunia, melaporkan Afghanistan adalah negara paling berbahaya bagi para jurnalis pada 2018. Pada akhir Desember lalu, kelompok itu melaporkan 15 wartawan di Afghanistan telah tewas.

Peningkatan sejumlah kasus kematian di kalangan jurnalis Afghanistan adalah karena pengeboman dan penembakan yang terjadi. Seperti pada April 2018, ledakan bom di Ibu Kota Kabul dilaporkan menewaskan sembilan wartawan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement