Rabu 24 Jul 2019 08:33 WIB

Iran Pantau Pergerakan Kapal-Kapal Perang AS di Teluk

Pergerakan semua kapal AS direkam menggunakan pesawat nirawak.

Kapal tanker berbendera Inggris Stena Impero di pelabuhan Iran Bandar Abbas, yang ditahan Garda Revolusi Iran saat berada di Selat Hormuz, Sabtu (20/7).
Foto: Tasnim News Agency/via AP
Kapal tanker berbendera Inggris Stena Impero di pelabuhan Iran Bandar Abbas, yang ditahan Garda Revolusi Iran saat berada di Selat Hormuz, Sabtu (20/7).

REPUBLIKA.CO.ID, TEHERAN -- Angkatan Laut Iran mengamati semua kapal Amerika Serikat (AS) di wilayah Teluk. Teheran bahkan memiliki arsip gambar pergerakan mereka sehari-hari.

“Kami mengamati semua kapal musuh, terutama dari Amerika, poin demi poin dari asal mereka sampai mereka memasuki wilayah itu,” ujar Kepala Angkatan Laut Iran Laksamana Muda Hossein Khanzadi, Selasa (23/7).

Dia mengungkapkan bahwa pergerakan semua kapal AS direkam menggunakan pesawat nirawak atau drone. “Kami memiliki gambar lengkap dan arsip besar lalu lintas harian serta momen demi momen dari pasukan koalisi serta Amerika,” katanya.

Khanzadi mengatakan, Iran akan mengadakan latihan bersama angkatan laut negara-negara sekutu untuk kali pertama pada Maret 2020. Dia tak menyebutkan negara mana saja yang mungkin berpartisipasi dalam latihan tersebut.

Ketegangan Iran dengan AS terus meningkat belakangan ini. Presiden AS Donald Trump menarik AS dari Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA) pada Mei 2018 kemudian memberlakukan kembali sanksi atas Iran.

AS juga menuduh Iran di balik sejumlah penyerangan terhadap kapal tanker di Teluk. Hal ini menjadi alasan AS untuk menyerukan koalisi militer melakukan patroli bersama di Teluk. Menurut Kepala Staf Gabungan AS Jenderal Joseph Dunford pada 9 Juli lalu, Pentagon telah mengembangkan rencana spesifik.

Pada 18 Juli, Presiden Trump mengatakan, pesawat nirawak Iran telah ditembak jatuh oleh kapal perang USS Boxer di Selat Hormuz. Namun, Wakil Menteri Luar Negeri Iran Abbas Araqchi membantah keterangan Trump. Dia mengklaim negaranya sama sekali tak kehilangan pesawat nirawak.

Misi Inggris

Pada Selasa, Inggris mengumumkan rencana untuk mengembangkan dan mengerahkan misi perlindungan maritim yang akan dipimpin Eropa. Misi tersebut akan mengawal kapal-kapal yang berlayar di Selat Hormuz. Sebanyak 20 persen pasokan minyak global diangkut melewati selat ini.

Dalam rapat parlemen, Menteri Luar Negeri Inggris Jeremy Hunt menilai penyitaan yang dilakukan Iran sebagai tindakan perompakan yang dilakukan negara. "Dengan berat hati kami mengumumkan peningkatan kehadiran internasional di Teluk karena fokus diplomasi kami adalah menurunkan ketegangan dengan harapan perubahan semacam ini tidak perlu dilakukan," kata Hunt.

Inggris bersitegang dengan Iran setelah Garda Revolusi Iran menyita kapal tanker berbendera Inggris pada 19 Juli. Menurut Iran, kapal tanker itu bertabrakan dengan kapal nelayan. Namun, Inggris yakin penyitaan itu sebagai tindak balasan karena angkatan laut Inggris menyita kapal tanker Iran Grace 1 yang menyalahi sanksi Uni Eropa ke Suriah.

Menurut Hunt, harus ada koordinasi internasional untuk menanggapi penyitaan itu. Hunt mengumumkan beberapa detail berharga misi perlindungan yang ia usulkan. Dia mengatakan, sekutu-sekutu Eropa Inggris akan memainkan peranan besar dalam menjaga jalur pelayaran agar tetap terbuka.

Namun, Hunt menjaga jarak Inggris dengan sekutu terdekat mereka, yakni AS. Ia mengatakan, rencana misi Eropa tidak termasuk bagian dari kebijakan AS.

Belum diketahui negara mana saja yang akan masuk ke dalam misi perlindungan itu. Hunt mengaku sudah berkonsultasi dengan menteri-menteri luar negeri dari Oman, AS, Prancis, Jerman, Italia, Finlandia, Spanyol, dan Denmark.

Sementara itu, Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo mengatakan, negaranya memberikan sanksi kepada perusahaan energi milik Cina, Zhuhai Zhenrong Co Ltd, karena melanggar sanksi mereka terhadap Iran. Kedutaan Besar Cina di Washington menolak pernyataan AS. Mereka mengatakan, Cina sepenuhnya menentang sanksi unilateral AS.

"Cina dengan tegas menentang sanksi unilateral AS dan apa yang disebut yurisdiksi perpanjangan tangan terhadap Cina dan negara lain dengan menerapkan hukum domestik," kata juru bicara Kedutaan Besar Cina untuk AS. kamran dikarma/lintar satria reuters/ap ed: yeyen rostiyani

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement