Ahad 07 Jul 2019 12:42 WIB

Prancis Sepakat Buka Dialog dengan Iran

Presiden Prancis Emmanuel Macron telah menelepon Presiden Iran Hassan Rouhani.

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Andri Saubani
Presiden Prancis Emmanuel Macron.
Foto: AP Photo/Thibault Camus
Presiden Prancis Emmanuel Macron.

REPUBLIKA.CO.ID, PARIS -- Prancis dan Iran sepakat melanjutkan pembicaraan untuk menyelamatkan kesepakatan nuklir atau Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA) 2015. Presiden Prancis Emmanuel Macron telah berbicara melalui telepon dengan Presiden Iran Hassan Rouhani mengenai lanjutan pembicaraan tersebut.

Dalam pembicaraan telepon itu, Macron menyampaikan keprihatinannya atas keputusan Iran yang meningkatkan kekayaan uranium hingga lima persen. Peningkatan ini melampaui batas perjanjian nuklir yang disepakati oleh enam negara pada 2015.

Baca Juga

"Presiden menyatakan keprihatinan yang mendalam dalam menghadapi risiko pelemahan baru perjanjian nuklir 2015, dan konsekuensi yang akan mengikutinya," ujar sebuah pernyataan dari Kantor Kepresidenan Prancis, Ahad (7/6).

BBC melaporkan, Macron dan Rouhani sepakat untuk membuka dialog bersama dengan negara anggota JCPOA lainnya pada 15 Juli mendatang. Diketahui, rencana dialog tersebut melampaui batas waktu yang ditetapkan Iran kepada Eropa untuk menyelamatkan JCPOA.

Sebelumnya, Iran telah meminta kepada Eropa agar melakukan upaya untuk menyelamatkan JCPOA, dan memastikan bahwa perekonomian Iran dapat membaik, terutama penjualan minyak yang menjadi komoditas utama negara tersebut. Para diplomat Eropa mengatakan, rencana peningkatan uranium oleh Iran justru dapat mengarah kepada penerapan kembali sanksi-sanksi dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Rouhani sebelumnya telah memberikan tenggat waktu kepada Inggris, Prancis, Jerman, Cina, dan Rusia hingga Ahad pekan ini untuk memenuhi komitmen mereka melindungi Iran dari efek sanksi.

"Mencabut semua sanksi bisa menjadi awal dari langkah antara Iran dan enam negara besar (dalam JCPOA)," kata Rouhani dalam siaran televisi pemerintah Iran.

Ketegangan antar Iran dan Amerika Serikat (AS) mulai meningkat tajam setelah Washington memutuskan keluar dari JCPOA, pada tahun lalu. AS kemudian menjatuhkan sanksi kepada Iran, yakni dengan membatasi penjualan minyak dan mengecam negara-negara lain yang membeli minyak dari Iran. Sanksi ini membuat perekonomian Iran menjadi goyah.

Pada perjanjian nuklir 2015, Iran setuju untuk memperkaya uranium tidak lebih dari 3,67 persen. Jumlah ini dinlai cukup untuk program damai, dan jauh di bawah level senjata-tingkat 90 persen.

Iran berulangkali membantah telah membangun senjata nuklir. Terkait peningkatan persediaan uranium hingga 5 persen, masih belum diketahui sampai tingkat apa Iran akan mempertahankan kebijakan itu.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement