Senin 15 Jul 2019 19:05 WIB

Radio di Afghanistan Hentikan Siaran Setelah Diancam Taliban

Taliban keberatan dengan adanya penyiar perempuan di stasiun radio Afghanistan.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Nur Aini
Militan Taliban bergerak di Afganistan.
Foto: Mirror
Militan Taliban bergerak di Afganistan.

REPUBLIKA.CO.ID, KABUL – Sebuah stasiun radio swasta di Afghanistan, Samaa, memutuskan menutup dan menghentikan sementara aktivitas penyiarannya setelah menerima ancaman dari Taliban. Menurut para pejabat di radio tersebut, Taliban keberatan dengan adanya penyiar perempuan di sana.

Direktur Radio Samaa Ramez Azimi mengungkapkan komandan Taliban di Provinsi Ghazni telah mengirim peringatan tertulis, termasuk melalui telepon. Dalam pesannya, Taliban meminta Samaa berhenti mempekerjakan perempuan. “Taliban juga datang ke rumah saya dan mengeluarkan ancaman,” kata Azimi pada Senin (15/7).

Baca Juga

Ancaman itu memaksanya menghentikan aktivitas penyiaran. Namun juru bicara Taliban Zabihullah Mujahid menyangkal terdapat seorang komandan di kelompoknya yang melayangkan ancaman kepada radio Samaa. “Kami berusaha mencari detail,” ucapnya.

Radio Samaa telah menyiarkan program politik, agama, sosial, dan hiburan di Provinsi Ghazni sejak 2013. Ia memiliki 13 penyiar, tiga di antaranya adalah perempuan. Mereka melangsungkan siaran dengan menggunakan dua bahasa utama Afganistan, yakni Dari dan Pashto.

Bulan lalu Taliban pernah mengancam perusahaan media massa di Afghanistan yang mempublikasikan berita bernuansa sentimen anti-jihad dan anti-Taliban. Mereka mengatakan media yang melakukan hal demikian tidak akan aman.

Dalam sebuah pernyataan yang dirilis pada 24 Juni lalu, Taliban memberi waktu sepekan kepada televisi, radio, dan perusahaan penerbitan lainnya untuk menghentikan apa yang mereka sebut sebagai propaganda anti-Taliban. Jika tak mematuhi peringatan itu, media massa terkait akan dipandang sebagai target serangan yang sah.

“Dalam kasus seperti itu, wartawan atau karyawan dari organisasi media yang disebut ini tidak akan aman,” kata Taliban, seperti dilaporkan laman Aljazirah.

Taliban menuding terdapat gerakan atau upaya intelijen Afghanistan untuk memanfaatkan media massa dalam rangka mengubah pandangan masyarakat terhadap kelompoknya. Namun, mereka tak menjelaskan secara terperinci tentang hal tersebut.

Pada Januari 2016, seorang anggota Taliban melakukan aksi bom bunuh diri dengan menabrakkan mobilnya ke bus yang membawa karyawan Tolo TV. Ia merupakan stasiun televisi swasta paling populer di sana. Insiden tersebut menewaskan tujuh wartawan.

Taliban pun sempat mengungkap alasan mengapa menargetkan karyawan Tolo TV. Mereka mengklaim stasiun televisi tersebut mempromosikan nilai-nilai budaya asing yang vulgar dan tak senonoh. 

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement