Sabtu 03 Aug 2019 01:35 WIB

Amerika Serikat Resmi Mundur dari Pakta Nuklir Rusia

Amerika menuding Rusia melanggar pakta nuklir.

Rep: Gumanti Awaliyah/ Red: Nashih Nashrullah
Ilustrasi Bom Nuklir
Foto: Foto : MgRol112
Ilustrasi Bom Nuklir

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Amerika Serikat (AS) secara resmi menarik diri dari pakta rudal nuklir dengan Rusia pada Jumat (2/9) waktu setempat. AS menyatakan mundur setelah menuduh Moskow melanggar perjanjian. Rusia menampik tuduhan AS. 

Menurut Rusia, mundurnya AS lantaran negara yang dipimpin Donald Trump tersebut ingin mengembangkan rudal baru. Perjanjian Nuklir Jangka Menengah (INF) ditandatangani pada 1987 oleh presiden AS kala itu bernama Ronald Reagan dan Pemimpin Soviet bernama Mikhail Gorbachev. 

Baca Juga

Perjanjian ini membatasi penggunaan rudal jarak menengah, baik konvensional maupun nuklir dengan jangkauan antara 310 dan 3.400 mil (500-5.500 kilometer). Sehingga mengurangi kemampuan kedua negara untuk meluncurkan serangan nuklir dalam waktu singkat.

"Amerika Serikat tidak akan tetap menjadi pihak dalam perjanjian yang sengaja dilanggar oleh Rusia," Menteri Luar Negeri, Mike Pompeo, mengatakan dalam sebuah pernyataan tentang penarikan AS.  

"Ketidakpatuhan Rusia di bawah perjanjian itu membahayakan kepentingan tertinggi AS saat pengembangan dan penerapan sistem rudal yang melanggar perjanjian di Rusia merupakan ancaman langsung ke Amerika Serikat dan sekutu dan mitra kami," kata Pompeo, dilansir Reuters, Jumat (2/8).

Pejabat administrasi senior yang enggan disebutkan namanya mengatakan, Rusia telah mengerahkan beberapa batalyon rudal jelajah di seluruh Rusia. Itu dinilai melanggar perjanjian.

Namun Rusia membantah tuduhan itu. Rusia menegaskan, jangkauan rudal tersebut sama sekali tidak keluar dari perjanjian. Rusia juga telah menolak permintaan AS untuk menghancurkan rudal baru, Novator 9M729, yang dikenal sebagai SSC-8 oleh aliansi militer Barat NATO.

Moskow mengatakan kepada Washington bahwa keputusannya untuk mundur dari pakta tersebut merusak keamanan global dan menghilangkan pilar utama kendali senjata internasional.

Tanggapan Rusia

Rusia mengatakan bahwa pihaknya telah meminta Amerika Serikat untuk moratorium penyebaran rudal nuklir jangka pendek dan menengah, seperti halnya Rusia.  "Kesalahan serius telah dibuat di Washington," kata Kementerian Luar Negeri Rusia, Sergei Ryabkov, dalam sebuah pernyataan.

"Kami telah memperkenalkan moratorium unilateral dan tidak akan mengerahkan rudal jarak pendek atau menengah berbasis darat," kata dia.

Presiden Vladimir Putin mengatakan Rusia tidak menginginkan perlombaan senjata. Dia juga telah berjanji tidak akan mengerahkan rudal Rusia, kecuali Amerika Serikat melakukannya terlebih dahulu.

Namun, seandainya Washington mengambil langkah seperti itu, Dia mengatakan akan dipaksa untuk mengerahkan rudal nuklir hipersonik Rusia di kapal atau kapal selam di dekat perairan teritorial AS  

Sekretaris Jenderal NATO, Jens Stoltenberg, menolak permintaan moratorium Rusia, dengan mengatakan itu "bukan tawaran yang kredibel". Sebab dia mengatakan Moskow telah mengerahkan rudal ilegal.  "Tidak ada rudal AS yang baru, tidak ada rudal NATO baru di Eropa, tetapi semakin banyak rudal Rusia yang baru," katanya.

Perselisihan ini memperparah friksi terburuk AS-Rusia sejak Perang Dingin berakhir pada 1991. Beberapa pakar meyakini keruntuhan perjanjian itu dapat merusak perjanjian kontrol senjata lain dan mempercepat erosi sistem global yang dirancang untuk memblokir penyebaran senjata nuklir.

 

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement