Kamis 08 Aug 2019 06:49 WIB

Imbas Pencabutan Otonomi, Kashmir Mirip Zona Perang

Warga Kashmir tak bisa keluar rumah karena jam malam.

Rep: Umar Mukhtar/ Red: Ani Nursalikah
Tentara paramiliter India berpatroli saat jam malam di Srinagar, Kashmir yang dikuasai India, Rabu (7/8).
Foto: AP Photo/Dar Yasin
Tentara paramiliter India berpatroli saat jam malam di Srinagar, Kashmir yang dikuasai India, Rabu (7/8).

REPUBLIKA.CO.ID, NEW DELHI -- Wilayah Kashmir sampai saat ini masih dalam keadaan terisolasi. BBC dalam laporannya menyebut jaringan telepon seluler, telepon rumah dan akses internet di sana terputus. Hari-hari menjelang pengumuman pencabutan otonomi Kashmir pada Senin lalu, wilayah Kashmir segera disterilkan.

Puluhan ribu tentara dikerahkan ke Kashmir yang merupakan negara bagian di sebelah utara India itu. Dua mantan menteri utama Kashmir, Mehbooba Mufti dan Omar Abdullah menjadi tahanan rumah.

Baca Juga

BBC melaporkan pada Rabu (7/8), sebagian besar komunikasi terputus. Petugas polisi yang berjaga di wilayah Kashmir diberikan telepon satelit. Hampir semua komunikasi warga setempat secara efektif terputus dari bagian lain negara itu.

Salah seorang pengelola toko di Kashmir, Rashid Alvi, mengatakan kehadiran militer ini telah mengubah kawasan itu seolah menjadi penjara. Dia juga menegaskan warga Kashmir tidak akan berdiam diri. Menurutnya, warga Kashmir akan turun ke jalan setelah tak bisa keluar rumah karena jam malam.

Langkah demonstrasi itu digaungkan oleh seorang politikus Muslim dari Partai Bharatiya Janata (BJP). "Orang-orang Kashmir dalam keadaan kaget dan mereka masih memproses apa yang terjadi. Mungkin akan segera 'meletus'," kata politikus yang enggan membeberkan namanya itu.

Laporan BBC menyebutkan wilayah Srinagar, ibu kota Kashmir yang dikelola India, menyerupai zona perang sejak Senin (5/8) kemarin. Koresponden BBC mengatakan melihat banyak polisi di mana-mana. Barikade berada di depan gedung-gedung penting. Pasar, sekolah, dan perguruan tinggi juga ditutup.

"Stan bus kota penuh sesak karena banyak turis masih berusaha meninggalkan wilayah tersebut, tetapi busnya tidak cukup," kata koresponden BBC.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement