Kamis 01 Aug 2019 18:15 WIB

Netanyahu dan Menantu Trump Bahas Perdamaian Palestina

Pemerintah AS belum menggunakan istilah 'solusi dua negara'.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Ani Nursalikah
Perdana Menteri Israel, Benyamin Netanyahu.
Foto: Ronen Zvulun/Pool Photo via AP
Perdana Menteri Israel, Benyamin Netanyahu.

REPUBLIKA.CO.ID, YERUSALEM -- Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu bertemu penasihat senior Gedung Putih Jared Kushner di Yerusalem, Rabu (31/7) malam waktu setempat. Mereka membahas kelanjutan rencana perdamaian Timur Tengah, termasuk untuk konflik Israel-Palestina, yang digagas Washington.

Dalam pertemuan itu, Kushner didampingi Duta Besar AS untuk Israel David Friedman dan utusan khusus AS untuk negosiasi perdamaian Timur Tengah Jason Greenblatt, dan utusan khusus AS untuk Iran Brian Hook. Duta Besar Israel untuk AS Ron Dermer juga turut menghadiri pertemuan itu. 

Baca Juga

Salah satu topik yang diperkirakan dibahas oleh mereka adalah tentang komponen politik dalam rencana perdamaian Israel-Palestina. AS belum mengumumkan kapan akan merilis hal itu. Namun, Washington diprediksi melakukannya pascapemilu Israel yang dijadwalkan digelar 17 September mendatang. 

Kushner tiba di Yerusalem setelah sebelumnya bertemu dengan Raja Yordania Abdullah II di Amman. Dalam pertemuan itu, Raja Abdullah menegaskan rencana perdamaian harus didasarkan pada solusi dua negara dan menetapkan Yerusalem Timur sebagai ibu kota Palestina. 

Kendati demikian, Kushner, Greenblatt, dan Friedman, dalam berbagai wawancara serta pidato telah menolak rencana AS menyerukan solusi dua negara. Dalam wawancara dengan CNN pada Selasa lalu, misalnya, Friedman mengatakan Pemerintah AS belum menggunakan istilah "solusi dua negara".

Alasannya bukan karena AS hendak mendorong pembentukan negara tunggal. "Tapi itu merugikan untuk menggunakan frasa itu sampai kita dapat memiliki lengkap eksposisi semua hak, semua batasan, yang akan masuk ke otonomi Palestina," ujar Friedman.

Dia mengatakan AS percaya pada otonomi Palestina. "Kami yakin pada pemerintahan sipil Palestina. Kami percaya otonomi harus diperluas sampai pada titik di mana ia mengganggu keamanan Israel. Dan itu adalah jarum yang sangat rumit untuk dirajut," katanya.

Di sisi lain, menurut Friedman, saat ini pemerintahan Palestina sangat lemah. Mereka belum bisa menuntaskan permasalahannya dengan Hamas yang mengontrol Jalur Gaza. Ia pun belum mampu menangani kelompok Jihad Islam.

Semua persoalan itu, kata Friedman, dilimpahkan kepada Israel untuk mengatasinya. "Dan apa yang tidak bisa terjadi di sini? Satu hal yang tidak bisa terjadi adalah Palestina mendapatkan kemerdekaan dan dalam waktu singkat, ini menjadi negara gagal yang dikendalikan Hamas, Hizbullah, ISIS, atau Alqaidah," ujarnya.

Harian Yahudi Ibrani, Yediot Ahronot, pada Rabu lalu melaporkan AS hendak menyelenggarakan pertemuan di Camp David pada September mendatang. Washington akan mengundang para pemimpin Arab untuk menghadiri kegiatan tersebut. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement