Jumat 02 Aug 2019 03:20 WIB

PM Palestina Sebut Israel Ancam Solusi Dua Negara

PM Palestina menegaskan, Israel berulang kali lakukan pelanggaran

Rep: Flori Sidebang/ Red: Hasanul Rizqa
Ilustrasi Pemukiman Israel
Foto: Mgrol101
Ilustrasi Pemukiman Israel

REPUBLIKA.CO.ID, ANKARA -- Perdana Menteri Palestina Mohammad Shtayyeh mengatakan, negaranya akan melalui masa-masa yang sulit. Sebab, otoritas Israel berupaya merusak solusi kedua negara melalui sebuah kebijakan baru-baru ini. Hal tersebut disampaikan pada beberapa hari lalu.

“Pelanggaran Israel terjadi berkat pemerintah Amerika Serikat (AS) yang telah membuat pernyataan ekstrem dan tidak adil menenai hak-hak warga Palestina,” kata Shtayyeh dalam sebuah pernyataan yang dikutip dari Anadolu Agency, Kamis (1/8).

Baca Juga

Dia menyebut, sebagian komunitas internasional cenderung tutup mata atas pelanggaran hak asasi manusia warga Palestina. Maka dari itu, pemerintah Palestina baru-baru menangguhkan semua kesepakatan dengan Israel. Ini sebagai upaya untuk mengubah sikap Israel terhadap Palestina.

Shtayyeh mengatakan, Israel terbukti merusak solusi dua negara karena terus memperluas wilayah permukiman Yahudi. Ia menekankan, Israel secara sistematis melanggar semua kesepakatan dengan Organisasi Pembebasan Palestina (PLO).

“Pemerintah Palestina hanya mencari perdamaian dan akan tetap berpegang pada perjanjian selama Israel melakukan bagiannya,” ungkap Shtayyeh.

Sebelumnya, pada 25 Juli lalu, Presiden Palestina, Mahmoud Abbas mengungkapkan, semua perjanjian yang ditandatangani dengan Israel telah ditangguhkan. Langkah itu dilakukan setelah otoritas Israel menghancurkan puluhan rumah milik warga Palestina di Yerusalem Timur.

“Buldoser disertai ratusan tentara Israel bergerak ke lingkungan Wadi Homs, Yerusalem Timur dan mulai meruntuhkan beberapa bangunan di daerah itu,” ujar Abbas.

Pihak otoritas Israel, sambung dia, mengklaim bahwa bangunan itu dibangun tanpa izin.

Israel menduduki Yerusalem Timur, tempat area Masjid al-Aqsa berada. Konflik di wilayah itu terus mengemuka terutama selama Perang Arab-Israel tahun 1967.

“Dalam sebuah langkah yang tidak pernah diakui oleh komunitas internasional, Israel merebut seluruh kota pada tahun 1980, mengklaimnya sebagai Ibu Kota Negara Yahudi yang ‘abadi dan tak terbagi’ yang diproklamirkan sendiri,” imbuhnya.

Hingga kini, Yerusalem tetap menjadi jantung perselisihan Timur Tengah yang telah berlangsung selama puluhan tahun. Warga Palestina berharap Yerusalem Timur suatu hari nanti akan menjadi Ibu Kota Negara Palestina.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement