Senin 05 Aug 2019 07:30 WIB

Meksiko Pertimbangkan Pengadilan Atas Penembakan El Paso

Dengan proses pengadilan, pelaku bisa diekstradisi ke Meksiko.

Rep: Lintar Satria/ Red: Ani Nursalikah
Leta Jamrowski mengusap air matanya saat orang tuanya Misti Jamrowski (kiri) dan Paul Jamrowski berbicara kepada media di University Medical Center, El Paso, Texas, Ahad (4/8). Saudara perempuan Leta meninggal dalam penembakan di kompleks perbelanjaan El Paso.
Foto: AP Photo/John Locher
Leta Jamrowski mengusap air matanya saat orang tuanya Misti Jamrowski (kiri) dan Paul Jamrowski berbicara kepada media di University Medical Center, El Paso, Texas, Ahad (4/8). Saudara perempuan Leta meninggal dalam penembakan di kompleks perbelanjaan El Paso.

REPUBLIKA.CO.ID, MEXICO CITY -- Menteri Luar Negeri Meksiko Marcelo Ebrard mengatakan jaksa agung sedang mempertimbangkan proses pengadilan. Proses tersebut untuk menuntut pelaku penembakan di El Paso yang menewaskan 20 orang, termasuk enam orang warga Meksiko sebagai pelaku aksi terorisme.

Ebrard mengatakan proses pengadilan dapat membawa orang yang bertanggung jawab atas penembakan di El Paso untuk diekstradiksi ke Meksiko. "Bagi Meksiko individu ini seorang teroris," kata Ebrard, Senin (5/8).

Baca Juga

Pada Ahad (4/8), dua penembakan massal yang menyebabkan 30 orang meninggal terjadi dengan rentang waktu 13 jam. Penembakan pertama terjadi di El Paso, Texas, kota  perbatasan AS-Meksiko yang banyak dihuni warga Hispanik.

Pelaku membunuh 20 orang sebelum menyerahkan diri kepada pihak berwenang. Pemerintah Texas mengatakan penembakan itu bermotif kebencian rasialis dan jaksa federal memperlakukan kasus itu sebagai kasus terorisme dalam negeri.

Penembakan juga terjadi di Dayton, Ohio, membunuh sembilan orang dan melukai 26 lainnya. Pelaku yang diidentifikasi sebagai Connor Betts, seorang kulit putih berusia 24 tahun dilumpuhkan polisi dalam waktu 30 detik. Sampai saat ini belum diketahui apa motif Betts.

Gubernur Texas Greg Abbott sudah menegaskan motif pelaku penembakan El Paso, Patrick Crusius, adalah kebencian rasialis. Polisi mengutip manifesto yang dibagikan Crusius sebagai bukti penembakan yang ia lakukan bermotif rasialis. 

Manifesto itu diberi judul 'Tanggapan atas Invasi Hispanik di Texas'. Dalam manifesto tersebut Crusius mengungkapkan dukungannya terhadap pelaku penembakan bulan Maret lalu di dua masjid di Christchurch, Selandia Baru yang menewaskan 51 orang.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement