Senin 12 Aug 2019 15:13 WIB

Ironi Nasib Imigran di Israel Kala Rusuh Yerusalem

Di Israel antara kaum imigran ternyata saling membenci.

Bentrokan antara tentara Israel dan pengunjung Masjidil Aqsa saat tengah berlangsungnya shalat dan perayaan Idul Adha di Yerusalem, Ahad (11/8).
Foto: The guardian
Bentrokan sewaktu perayaan Idul Adha di kompleks Masjidil Aqsa Yerusalem.

Terkait soal deportasi para imigran ini sebenarnya dapat ditelusuri sebab musababnya. Di sini tampak Israel terus memiliki kekhawatiran jangka panjang  (trauma) terkait upaya mempertahankan mayoritas Yahudi pasca-Holocaust (tragedi pembunuhan warga Yahudi oleh Jerman di Perang Dunia II). Mereka ketakutan bila kejadian tragis itu terulang di masa mendatang, yakni ketika bangsa Yahudi tak menjadi warga masyoritas di Israel.

Lucunya, meski mereka takut holocaust akan terjadi, tapi pada waktu yang sama Israel juga melakukan holocoust kepada bangsa Palestina yang tanahnya didudukinya. Apa yang menimpa pada kaum Yahudi di zaman Hitler dahulu, seperti membuat semacam kamp konsentrasi dan memblokade kebebasan seseorang bergerak kepada warga, ternyata juga kini mereka lakukan kepada warga Palestina.

Nah, adanya kebijakan yang anti 'orang asing ini', pada pekan lalu pula telah menuai protes. Para migran dan anak-anak mereka serta warga asli Israel menggelar unjuk rasa di Tel Aviv. Mereka tak bisa menerima adanya kebijakan deportasi bagi anak-anak migran kelahiran Israel.

Tentu saja, sejatinya pada sisi lain adanya proses deportasi kepada para imigran ini, juga sebagai tanda sikap ambigu Israel yang kini sebenarya banyak ditempati kaum Yahudi pendatang atau migran dari berbagai negara. Semenjak dahulu kedatangan pendatang asing ini pun sudah diprotres oleh warga Palestina yang telah tinggal di wilayah itu. Namun mereka tak berdaya karena gerakan 'kembali ke Israel' itu merupakan gerakan utama zionisme yang didukung oleh kekuatan dunia dan senjata barat.

Maka, sebagai akibat gerakan ini, telah semenjak dahulu memicu bentrokan berdarah karena warga Yahudi pendatang yang akan bermukim di Israel tak segan --karena di didukung aparat kekuasaan negara -- merampas lahan milik penduduk aslinya, yakni orang Palestina. Segala protes pun sudah dilakukan, namun tetap diacuhkan meski semenjak tahun 1945 (Israel Merdeka) gerakan perlawanan soal ini  ini tak pernah berhenti berkobar. Bahkan berbagai perang telah muncul di kawasan ini akiabat soal tanah Palestina yang dikuasai secara paksa oleh imigran asing Yahudi yang kemudian membentuk negara Israel tersebut.

Terkait hal ini, keributan juga terjadi tak hanya dengan bangsa Palestina saja, namun dengan negara-negara di kawasan Arab lainnya. Mereka pun sempat beberapa kali terlibat dalam peperangan yang sengit. Malahan, konflik yang sebenarya sudah berusia lebih dari satu abad lamanya ini, sampai kini tak pernah dapat diselesaikan. Dan kini situasi penyelesaian konflik kian hari semakin ruwet serta dipastikan akan memakan ribuan korban.

Alhasil, munculnya kekerasan sebagai imbas perebutan status bangunan suci dan kepemilikan tanah antara Israel dan Palestina, pada waktu pelaksanaan shalat Iedul Adha di Masjidil Aqsa, Yerusalem, pada Ahad pagi kemarin (11/8), tak usah heran. Dan jangan pula terkejut bila polisi Israel membubarkan jamaah Masjid Al-Aqsa di Yerusalem dengan menggunakan gas air mata, granat suara dan peluru karet. Mereka yang sejatinya kaum imigran, entah mengapa tiba-tiba merasa berhak atas bangunan dan tanah yang ada di kompleks itu.

Tentu saja, akibat aksi kekerasan itu, belasan umat Islam Palestina yang akan melaksanakan shalat Idul Adha terluka. 

Pejabat Organisasi Pembebasan Palestina (PLO), Hanan Ashrawi mengatakan, bahwa tindakan Polisi Israel adalah agresi.

"Penyerbuan ke kompleks Masjid Al-Aqsa oleh pasukan pendudukan Israel pagi ini adalah tindakan kecerobohan dan agresi," kata Hanan, dilansir dari Morning Star.



Dan memang Ahad pagi itu bersamaan dengan ribuan orang Palestina telah berkumpul di Masjid Al-Aqsa untuk melaksanakan shalat dan merayakan Idul Adha, pada hari itu juga bersamaan pula dengan jatuhnya hari Tisha B'Av kaum Yahudi. Yakni, hari puasa dan berkabung kaum Yahudi untuk memperingati penghancuran Temple Mount yang mereka yakini bangunannya berada di kompleks Masjid Al-Aqsa.



Akibatnya, sama dengan umat Muslim yang mengerjakan shalat Iedul Adha, mereka pun ingin mengunjungi Temple Mount yang letaknya juga  berada di tempat yang sama dengan lokasi masjid tersebut. Maka bentrokan pasti akan terjadi apalagi di alam bawah sadar kedua kelompok ini sudah tertanam luka menganga dan dendam yang sudah sampai ke ubun-ubun,

Dan bagi kaum Yahudi Israel sendiri situasi ini sebenarnya lebih runyam. Sebab, berdasarkan perjanjian mereka tidak punya kontrol atas wilayah itu. Otoritas Yordania-lah yang berhak siapa saja yang berhak siapa saja yang bisa masuk dan memelihara kompleks Masjid Al-Aqsa dan Dome of The Rock. Dan ini disadari oleh Israel sejak awal. Mereka pun pun terpaksa melarang orang-orang Yahudi beribadah di bekas lokasi berdirinya Temple Mount tersebut.



Namun, pada Ahad pagi kemarin, entah karena apa, polisi Israel yang berjaga di pintu masuk tempat itu mengijinkan beberapa orang Yahudi mengunjung tempat tersebut, meski di bawah pengawalan ketat. Sikap ini jelas memprovokasi dan menimbulkan kemarahan umat Islam Palestina. Hingga, akhirnya terjadilah bentrokan antara umat Islam dan Polisi Israel.



Terkait alasan pihak kepolisian Israel untuk mengijinkan orang Yahudi mengunjungi komplek Masjidil Aqsa, kepala kepolisian distrik Yerusalem, Doron Yedid mengatakan, keputusan untuk mengizinkan orang-orang Yahudi masuk ke kompleks itu memang telah dibuat. Bahkan, keputusan itu telah mendapat dukungan dari para pejabat tinggi Israel. 

Maka soal ini jelas semakin pelik. Sebab ini berarti pihak berkuasa di Israel melanggar perjanjian yang ada, yakni diatur di bawah otoritas Yordania. Bagi orang Palestina tindakan elit penguasa Israel itu sangat berbahaya dan membuat kekhawatiran baru. namun di sini persoalannya, adakah ada pihak yang mampu mengontrol segala tindakan Israel sekarang ini? Tidak ada bukan?

Menyadari situasi tersebut, saat ini pun sudah banyak warga Palestina yang percaya Israel tidak akan bisa ditindak. Bukan hanya itu, bahkan jika akhirnya nanti politisi Israel membiarkan saja kedatangan orang Yahudi yang sejatinya adalah imigran itu ke komples Aqsa dengan tujuan mengambil alih situs suci itu, mereka pun tak bisa berbuat apa.

Dan kalau itu terjadi, maka dipastikan akan muncul bentrokan berdarah, bahkan perang, antara Palestina dan Israel. Jadi tak hanya Rohan Perez yang terkena ironi, orang Israel pun terkana hal yang sama. Di sini ironi bertemu ironi dengan saling menyingkirkan!

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement