Selasa 13 Aug 2019 15:34 WIB

India: Kekhawatiran China Soal Kashmir Salah Tempat

India mengatakan persoalan Kashmir urusan dalam negeri.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Ani Nursalikah
Tentara paramiliter India berjaga di jalanan yang sepi saat jam malam di Srinagar, Kashmir yang dikuasai India, Kamis (8/8).
Foto: AP Photo/Dar Yasin
Tentara paramiliter India berjaga di jalanan yang sepi saat jam malam di Srinagar, Kashmir yang dikuasai India, Kamis (8/8).

REPUBLIKA.CO.ID, NEW DELHI -- Pemerintah India mengatakan kepada China kekhawatiran mereka terkait situasi di  Kashmir baru-baru ini tidak tepat. Sebab hal itu sepenuhnya menjadi urusan internal India.

India mengatakan pencabutan status istimewa Jammu dan Kashmir pekan lalu bertujuan untuk mempromosikan tata kelola yang lebih baik dan pembangunan sosial ekonomi. “Tidak ada implikasi untuk batas eksternal India atau Line of Actual Control (LAC) dengan China. India tidak mengajukan klaim teritorial tambahan. Kekhawatiran China dalam hal ini salah tempat,” kata Kementerian Luar Negeri India dalam sebuah pernyataan, Senin (12/8).

Baca Juga

Pada Senin lalu, Menteri Urusan Luar Negeri India Subrahmanyam Jaishankar melakukan kunjungan resmi ke China untuk menghadiri The 2nd meeting of the High Level Mechanism on Cultural and People-to-People Exchanges. Dalam kesempatan itu, Jaishankar melakukan pertemuan bilateral dengan Menteri Luar Negeri China Wang Yi.

Selama pertemuan, Wang mengutarakan kekhawatirannya terkait perkembangan situasi di Kashmir saat ini. Menurutnya, meningkatnya ketegangan antara India dan Pakistan disebabkan karena pencabutan status istimewa Kashmir.

Menurut keterangan yang dirilis Kementerian Luar Negeri India, pencabutan status istimewa Kashmir tidak berdampak pada Line of Control (LoC), yakni perbatasan de facto dengan Pakistan. New Delhi meminta China mendasarkan penilaiannya pada kenyataan. India mengklaim mereka telah menunjukkan pengekangan dalam menghadapi retorika serta tindakan Pakistan yang provokatif.

China dan India dilaporkan sepakat memelihara perdamaian dan ketenangan, terutama di wilayah perbatasan Kashmir. Saat ini angkatan bersenjata dari kedua belah pihak telah meningkatkan komunikasi dan menerapkan berbagai langkah kepercayaan.

Pekan lalu India mencabut status istimewa Jammu dan Kashmir yang telah disandangnya selama hampir tujuh dekade. Perdana Menteri India Narendra Modi beralasan keputusan itu diambil untuk menyatukan Kashmir sepenuhnya dengan India. Selain itu, dia pun hendak membebaskan wilayah tersebut dari kelompok teroris dan separatis.

Keputusan itu tak hanya memicu kemarahan dari warga Kashmir, tapi juga Pakistan. Ia memutuskan menurunkan hubungan diplomatiknya dengan India. Selain itu, Islamabad pun menangguhkan semua aktivitas perdagangannya dengan New Delhi.

Pakistan mengatakan akan membawa permasalahan pencabutan status istimewa Jammu dan Kashmir oleh India ke Dewan Keamanan PBB. Islamabad mengaku memperoleh dukungan dari China.

“Saya telah berbagi dengan China Pemerintah Pakistan telah memutuskan membawa masalah ini ke Dewan Keamanan PBB. Kami akan membutuhkan bantuan China di sana. China telah meyakinkan dukungan penuh untuk Pakistan,” kata Menteri Luar Negeri Pakistan Shah Mehmood Qureshi pada Sabtu pekan lalu.

Qureshi mengatakan negaranya juga berencana mendekati Indonesia dan Polandia guna meminta dukungan. Saat ini, Indonesia dan Polandia diketahui merupakan anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB.

Saat ini, ketegangan masih membekap wilayah Kashmir yang dikuasai India. Kendati jam malam telah dilonggarkan dalam rangka perayaan Iduladha, tapi pos pemeriksaan dan kawat berduri masih ditempatkan di sejumlah titik di sana.

Kashmir merupakan satu-satunya wilayah di India yang berpenduduk mayoritas Muslim. Sejak merdeka dari Inggris pada 1947, Kashmir terpecah dua, dua pe tiga di antaranya dikuasai India, sementara sisanya milik Pakistan. Wilayah itu kemudian dipisahkan dengan garis Line of Control (LoC).  Perselisihan akibat sengketa Kashmir telah membuat India dan Pakistan tiga kali berperang, yakni pada 1948, 1965, dan 1971.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement