Selasa 13 Aug 2019 04:24 WIB

Vanuatu Ikutkan Tokoh Papua Merdeka di Forum Pasifik, Indonesia Kesal

Indonesia berang atas Vanuatu yang mengikutkan salah satu tokoh Papua Merdeka

Rep: Farid M Ibrahim/ Red:
abc news
abc news

Pemerintah Indonesia berang dengan langkah Vanuatu yang mengikutkan salah satu tokoh Papua Merdeka Benny Wenda sebagai peserta Forum Kepulauan Pasifik (PIF) di Tuvalu, 13-16 Agustus 2019. Benny kabarnya akan menggunakan forum itu untuk mendesak PBB menggelar referendum kemerdekaan Papua.

Benny Wenda di Forum Pasifik:

  • Pertemuan Forum Pasifik mengundang perwakilan Organisasi Papua Merdeka Benny Wenda sebagai peserta
  • Benny diikutkan dalam delegasi negara Vanuatu yang memicu kemarahan Indonesia
  • Sikap Australia dalam isu Papua yaitu mendukung kedaulatan RI atas wilayah itu

 

Menurut laporan media The Guardian, dalam PIF di Tuvalu Benny yang kini bermukim di Inggris akan menggalang dukungan negara-negara Pasifik bagi kemerdekaan tanah airnya, Papua.

Benny sebagai tokoh Papua Merdeka selalu mengundang perhatian Pemerintah Indonesia, seperti kasus terbaru ketika Pemerintah Kota Oxford memberikan penghargaan kepadanya pada Juli 2019.

"Ketika saya melarikan diri dari penjara Indonesia di Papua Barat tahun 2002, Oxford jadi salah satu tempat pertama di dunia yang menyambut saya dan keluarga," katanya menanggapi perhargaan itu.

"Saya diberi suaka di Inggris dan menjadikan Oxford sebagai tempat tinggal. Oxford salah satu kota yang pertama kali mendengar jerit rakyat Papua atas keadilan, HAM dan penentuan nasib sendiri," ujar Benny.

"Sampai kami bisa kembali ke Papua Barat yang merdeka, saya dan keluarga belumlah bebas," tambahnya.

Sejak beberapa waktu terakhir Benny bertindak sebagai perwakilan khusus rakyat Papua di Parlemen Inggris, PBB dan Parlemen Eropa.

Pada 2017 Benny ditunjuk menjadi pimpinan Persatuan Gerakan Kemerdekaan Papua Barat (ULMWP), organisasi baru yang menyatukan tiga organisasi politik yang berjuang untuk kemerdekaan Papua.

Terkait forum PIF di Tuvalu, The Guardian menyebut Benny akan berkampanye bagi lahirnya resolusi Majelis Umum PBB untuk meninjau Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera) tahun 1969 yang memasukkan Papua ke pangkuan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Dalam forum PIF itu, Indonesia bukanlah anggota, tapi sebagai "mitra dialog".

Seorang juru bicara Pemerintah Indonesia yang dikutip The Guardian menegaskan, Jakarta "tidak senang" jika isu Papua dimasukkan dalam agenda resmi pertemuan PIF.

Dia memperingatkan langkah itu akan menjadi preseden bagi adanya campur tangan dalam urusan dalam negeri negara lain.

"Pembangunan di Propinsi Papua dan Papua Barat murni urusan dalam negeri Indonesia. Tak ada negara, organisasi, atau individu lain yang berhak ikut campur. Kami menentang dengan keras intervensi dalam bentuk apa pun," katanya.

 

Sejak awal Desember 2018 hingga saat ini, masih terjadi konflik bersenjata di wilayah Nduga, yang menyebabkan ribuan warga sipil mengungsi ke tempat aman.

Delegasi dari Papua sendiri kabarnya telah berangkat ke Tuvalu, namun pada akhir pekan lalu tertahan di Fiji.

Perdana Menteri Tuvalu, Enele Sopoaga, kepada media mengaku tidak tahu-menahu dengan apa yang terjadi pada delegasi Papua tersebut.

Bulan lalu, dalam pertemuan tingkat Menlu negara Pasifik, Vanuatu berhasil memasukkan isu Papua secara resmi sebagai agenda Forum Kepulauan Pasifik.

Australia mengajukan protes keras atas langkah tersebut.

Benny Wenda mengatakan Australia dan Selandia Baru yang selalu menyoroti pelanggaran HAM di negara lain, "tidak pernah menyoroti isu Papua".

"Kami ini manusia yang ingin hidup damai, tapi didiskriminasi karena orang lain ingin menggusur kami dan mengambil sumber daya kami," ujar Benny.

Komunike Forum Kepulauan Pasifik tahun lalu menyatakan, "Para pemimpin mengakui keterlibatan negara-negara anggota Forum secara konstruktif dengan Indonesia terkait dengan Pemilu dan HAM di Papua."

Kebijakan luar negeri Australia sendiri sangat mendukung kedaulatan RI atas Papua, sementara negara Pasifik khususnya Vanuatu dan Kepulauan Solomon mendukung kemerdekaan Papua.

 

Seorang juru bicara Deplu Australia menyatakan, negara ini mengakui kedaulatan Indonesia atas Papua, sebagaimana dinyatakan dalam Perjanjian Lombok tahun 2006.

"Australia tidak akan mendukung upaya untuk melemahkan kedaulatan Indonesia atas Papua dalam forum apapun dan tidak akan mengaitkan dirinya dengan Komunike PIF yang terkait dengan itu," katanya.

Australia, katanya, secara teratur mengangkat masalah HAM manusia dengan Pemerintah Indonesia, termasuk mengenai Papua.

Sementara juru bicara Pemerintah Indonesia memperingatkan pembahasan isu Papua di forum PIF minggu ini akan menciptakan "preseden negatif untuk secara terbuka membahas urusan dalam negeri negara lain".

Dia mengatakan Papua memiliki hak otonomi khusus dan pemimpin yang dipilih secara demokratis yang berpartisipasi dalam sistem politik Indonesia.

"Dalam Pemilu 2019, jumlah yang memilih di Provinsi Papua dan Papua Barat adalah 88 persen. 94 persen di antaranya mendukung Pemerintahan Jokowi," katanya.

Pada Mei 2019, Menteri urusan Asia Pasifik Pemerintah Inggris Mark Field menyebut Pepera 1969 sebagai "proses yang cacat".

Sementara Australia sendiri dalam forum PIF akan lebih fokus pada meningkatkan hubungan dengan kawasan ini.

Sejak terpilih kembali, PM Scott Morrison telah menjalin hubungan lebih kuat dengan pemimpin Pasifik, melakukan perjalanan luar negeri pertamanya ke Kepulauan Solomon dan menerima kunjungan PM Papua Nugini yang baru di Australia.

Australia telah lama menjadi donor terbesar untuk bantuan dan pembangunan pasifik, namun belakangan ini China muncul sebagai alternatif.

Ditulis ulang dari berbagai sumber. Ikuti berita lainnya dari ABC Indonesia.

Disclaimer: Berita ini merupakan kerja sama Republika.co.id dengan ABC News (Australian Broadcasting Corporation). Hal yang terkait dengan tulisan, foto, grafis, video, dan keseluruhan isi berita menjadi tanggung jawab ABC News (Australian Broadcasting Corporation).
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement