Kamis 08 Aug 2019 06:05 WIB

Saudi dan UEA Kirim 540 Ribu Ton Gandum ke Sudan

Kedua negara Teluk itu menjanjikan miliaran dolar setelah penggulingan al-Bashir.

Rep: Antara/ Red: Ani Nursalikah
Perempuan Sudan memegang bendera nasional ketika mereka merayakan di jalan-jalan setelah penandatangan deklarasi konstitusional antara dewan militer yang berkuasa dan pengunjuk rasa, di Khartoum, Sudan, 4 Agustus 2019.
Foto: EPA-EFE/MARWAN ALI
Perempuan Sudan memegang bendera nasional ketika mereka merayakan di jalan-jalan setelah penandatangan deklarasi konstitusional antara dewan militer yang berkuasa dan pengunjuk rasa, di Khartoum, Sudan, 4 Agustus 2019.

REPUBLIKA.CO.ID, DUBAI -- Arab Saudi dan Uni Emirat Arab (UEA) mengatakan telah menyediakan 540 ribu ton gandum, Rabu (7/8). Diberitakan, jumlah bantuan tersebut akan mencakup kebutuhan makanan pokok selama tiga bulan.

Kedua negara Teluk itu sebelumnya telah menjanjikan miliaran dolar dalam bentuk bantuan kepada Sudan setelah penggulingan presiden Omar al-Bashir. Penengah Uni Afrika (AU) Urusan Sudan Mohamed Hassan Lebatt mengatakan dewan militer Sudan dan koalisi utama oposisi telah mencapai kesepakatan untuk mendorong pemerintah baru peralihan.

Baca Juga

Dokumen tersebut, yang menjabarkan kekuasaan dan hubungan antara semua cabang pemerintah peralihan, dihasilkan setelah beberapa pekan perundingan yang berlarut dan diperantarai oleh AU dan tetangga Sudan, Ethiopia. Sudan dilanda kerusuhan politik sejak militer menggulingkan presiden al-Bashir pada April, dan puluhan demonstran tewas selama protes di jalan.

Saat berita mengenai kesepakatan tersebut beredar, orang mulai berkumpul di Jalan Nile, tempat utama di Khartoum. Mereka membunyikan klakson mobil dan berteriak dalam perayaan.

"Kita menang!" demikian teriakan sebagian orang sementara yang lain menyanyikan lagi nasional.

Lebatt mengatakan wakil dari kedua pihak, kelompok sipil pro-demokrasi dan militer, dijadwalkan melanjutkan pembicaraan pada Sabtu mengenai perincian teknis kesepakatan itu. Tim teknis dan hukum masih perlu menetapkan kerangka waktu bagi deklarasi tersebut diberlakukan dan bagi pengangkatan pemerintah nasional.

Segera setelah pemerintah peralihan mulai bekerja, Sudan memasuki masa peralihan tiga-tahun yang direncanakan mengarah kepada pemilihan umum. Dua poin yang menjadi pertengkaran ialah peran Dinas Intelijen Umum Sudan dan Pasukan Pendukung Cepat (RSF), grup paramiliter paling tangguh di negeri itu.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement