Jumat 16 Aug 2019 10:47 WIB

Myanmar-Bangladesh Mulai Pulangkan Ribuan Pengungsi Rohingya

Pengungsi Rohingya mengaku belum mengetahui rencana pemulangan tersebut.

Rep: Rossi Handayani/ Red: Ani Nursalikah
Dalam foto file bulan September 2017, seorang anak Muslim etnis Rohingya menangis ketika berebut pembagian makanan di kamp pengungsian Cox Bazar, Bangladesh.
Foto: AP/Dar Yasin
Dalam foto file bulan September 2017, seorang anak Muslim etnis Rohingya menangis ketika berebut pembagian makanan di kamp pengungsian Cox Bazar, Bangladesh.

REPUBLIKA.CO.ID, COX'S BAZAR -- Myanmar dan Bangladesh akan melakukan upaya baru untuk mulai memulangkan Muslim Rohingya. "Pemerintah Myanmar telah mengonfirmasi 3.450 pengungsi Rohingya memenuhi syarat untuk kembali. Ini adalah langkah pertama yang disambut baik karena hak mereka untuk kembali diakui," ujar sebuah dokumen dari badan PBB, UNHCR, yang dikirim ke komunitas Rohingya untuk memberi tahu mereka tentang rencana pemulangan, dilansir Guardian, Jumat (16/8).

Menurut UNHCR, pemerintah Bangladesh berbagi nama orang Rohingya yang disetujui untuk dipulangkan dengan badan PBB pada 8 Agustus. "Pemerintah meminta UNHCR berbicara dengan para pengungsi ini untuk menentukan apakah mereka ingin kembali. Dengan cara ini, UNHCR akan berusaha memastikan pemulangan itu sukarela," kata dokumen agensi.

Baca Juga

Lebih dari 700 ribu Rohingya melarikan diri ke perbatasan ke Bangladesh setelah tindakan keras pimpinan militer di negara bagian Rahkine. Desa-desa dihancurkan, perempuan diperkosa, dan ribuan orang terbunuh. Sebuah misi pencari fakta PBB menyatakan kekerasan tersebut memiliki niat genosida.

Seorang pejabat senior Bangladesh mengatakan upaya baru itu merupakan rencana pemulangan skala kecil. Kemudian menambahkan tak seorang pun akan dipaksa untuk kembali.

"Bangladesh tidak menginginkan apa pun selain repatriasi yang aman, sukarela, bermartabat, dan berkelanjutan," kata pejabat itu, yang meminta untuk tidak disebutkan namanya karena ia tidak berwenang berbicara kepada media.

Namun, seorang aktivis Masyarakat Arakan Rohingya untuk Perdamaian dan Hak Asasi Manusia, Mohammed Eleyas mengatakan, para pengungsi belum diajak berkonsultasi tentang proses tersebut. Ini merupakan upaya kedua untuk memulai repatriasi. Sebelumnya upaya pertama pada November gagal, saat tak satu pun dari 2.000 Rohingya yang disetujui kembali ke Myanmar secara sukarela.

Lebih dari satu juta Rohingya sekarang tinggal di kamp-kamp pengungsi yang kumuh di Cox's Bazar Bangladesh. Sebagian besar takut kembali ke Myanmar, karena khawatir mereka akan ditempatkan di kamp-kamp besar pemerintah, yang digambarkan sebagai penjara udara terbuka, tanpa kebebasan bergerak atau hak-hak dasar.

Persyaratan PBB untuk kembalinya Rohingya yakni dilakukan secara sukarela, aman dan bermartabat. Selain itu, hak dan kebebasan mereka akan diamankan begitu mereka kembali di Myanmar.

Sebuah laporan baru-baru ini oleh Australian Strategic Policy Institute (ASPI) menemukan, tidak ada bukti persiapan luas bagi para pengungsi Rohingya untuk kembali ke kondisi yang aman dan bermartabat. Hal itu terungkap pembakaran dan penghancuran desa Rohingya oleh pasukan keamanan terus berlanjut hingga tahun ini. Tidak ada rumah bagi Rohingya untuk kembali, hanya kamp skala besar, dan enam pangkalan militer baru.

Kondisi permusuhan di Rakhine juga meningkat dalam beberapa bulan terakhir, dengan pasukan pemerintah memerangi gerilyawan dari Tentara Arakan. Seorang penyelidik PBB mengatakan pada Juli, pelanggaran hak asasi manusia terhadap warga sipil oleh pasukan keamanan, dan pemberontak mungkin sama dengan kejahatan perang baru, dengan mengutip laporan kematian selama interogasi militer.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement