Rabu 14 Aug 2019 15:19 WIB

Surat dari Warga Uighur di Kamp Xinjiang Bocor ke Publik

Kondisi kamp Xinjiang tergambar dari surat-surat warga Uighur.

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Nur Aini
Para peserta didik kamp pendidikan vokasi etnis Uighur di Kota Kashgar, Daerah Otonomi Xinjiang, Cina, mengikuti kelas Bahasa Mandarin, Jumat (3/1/2019).
Foto: ANTARA FOTO/M. Irfan Ilmie
Para peserta didik kamp pendidikan vokasi etnis Uighur di Kota Kashgar, Daerah Otonomi Xinjiang, Cina, mengikuti kelas Bahasa Mandarin, Jumat (3/1/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, XINJIANG -- Surat-surat yang ditulis oleh warga Uighur dari dalam kamp penahanan di Xinjiang bocor ke publik. Seorang pemandu wisata di Turpan, Abdurahman Memet (30 tahun) pada tahun lalu menerima surat dari orang tua dan saudara lelakinya yang ditulis dari kamp penahanan.

Pada Juli, surat-surat orang tua diterjemahkan serta diterbitkan dalam Database Korban Xinjiang, yakni sebuah situs penyimpanan dan pengawas publik. Surat-surat tersebut dengan cepat menyebar secara online. 

Baca Juga

Dalam waktu kurang dari seminggu, Memet dilaporkan menghilang. Keponakan Memet yang tinggal di luar negeri, Muherrem Muhammad'ali mengatakan, pamannya mengirimkan surat-surat itu kepadanya. Hal itu sebagai bukti bahwa keluarganya banyak yang ditahan di kamp penahanan. 

"Dia percaya surat-surat itu bukti. Di keluarga kami, kami memiliki 10 orang yang ditahan, jadi ini adalah bukti," kata Muhammad'ali, dilansir Guardian, Rabu (14/8).

Muhammad'ali memegang surat-surat itu selama hampir setahun sebelum memberikannya kepada aktivis untuk disebarkan secara online. Tujuan dia mempublikasikan surat-surat tersebut adalah agar hati masyarakat dunia terbuka untuk menyelamatkan orang-orang Uighur yang ditahan di kamp penahanan. 

"Saya ingin mempublikasikan pengalaman keluarga saya untuk membangkitkan hati nurani orang-orang agar mengatakan tidak pada rezim ini, dan menyelamatkan orang-orang Uighur, dan menyelamatkan budaya ini. Bukan hanya saya yang telah mengalami nasib ini, tetapi jutaan orang telah melihat rumah tangga mereka hancur dan keluarga terpecah belah. Mereka terpaksa meninggalkan rumah mereka," kata Muhamad'ali.

Dua hari setelah surat-surat itu dipublikasikan, Memeet menerima telepon dari polisi. Ketika itu, polisi meminta keterangan dari Memet kepada siapa saja surat itu dibagikan. Kemudian pada akhir Juli, Memet telah ditahan di Turpan. Namun, kepolisian di Turpan tidak memberikan komentar terkait penahanan Memet. 

Surat-surat yang dikirim oleh orang tua Memet dan saudara laki-lakinya dari kamp penahanan berisi sanjungan mengenai fasilitas di kamp dan ungkapan loyalitas terhadap Partai Komunis serta pemerintah. Dalam surat-surat itu, tertulis pesan pengakuan kesalahan yang merupakan ciri dari kamp pendidikan ulang dalam Revolusi Kebudayaan. 

Ibunda Memet menggambarkan bahwa kamp penahanan berada dalam kondisi baik, dengan fasilitas air panas, kamar mandi, AC, makanan, tempat tinggal, pakaian, dan belajar gratis. Selain itu, perempuan tersebut juga mengungkapkan kesalahannya karena telah mengecewakan Partai Komunis dan pemerintah. 

"Saya mengecewakan partai dan pemerintah. Saya mengecewakan masyarakat. Saya berterima kasih kepada partai dan pemerintah karena memberi saya kesempatan untuk berubah! Saya akan selalu mengikuti partai, saya akan selalu mendengarkan partai, saya akan berterima kasih kepada partai," tulis ibunda Memet dalam suratnya. 

Surat lainnya yang ditulis oleh saudara laki-laki Memet menyatakan bahwa dia berada di kamp penahanan karena pergi haji, dan melaksanakan salat lima waktu. Dia mengaku meneteskan air mata bahagia setelah mengetahui dirinya tidak akan dijebloskan ke dalam penjara, karena belajar salat dari ayahnya pada usia 15 tahun, tepatnya pada 1987. 

Sebaliknya, saudara laki-laki Memet menerima pelatihan dari guru dan polisi yang tinggal dengan para tahanan di kamp penahanan sepanjang siang serta malam. Mereka memberikan materi pelajaran dalam bahasa Mandarin. Dia terpaksa belajar bahasa Mandarin dan berjanji setia kepada Partai Komunis. Sementara itu, ayahanda Memet dalam suratnya menuliskan bahwa dia dikirim ke kamp penahanan karena telah melaksanakan ibadah haji dan memiliki kesadaran hukum yang rendah.

"Karena kesadaran saya yang rendah terhadap hukum, saya pergi haji ke Makkah. Setelah datang ke sekolah ini, materi pelajaran, film, dan instruksi yang diberikan oleh para guru telah memungkinkan saya untuk memahami kesalahan saya. Saya bersyukur atas pengampunan yang ditunjukkan oleh partai kepada saya," tulis ayahanda Memet. 

Konstitusi China menjamin kebebasan warga negara untuk memiliki keyakinan beragama. Namun, para pejabat sering menyangkal kebijakan Beijing di Xinjiang, dengan mengatakan bahwa semua warga bebas terlibat dalam kegiatan keagamaan sesuai dengan hukum yang berlaku. 

Aktivis mengatakan, penahanan Memet merupakan upaya pemerintah untuk mengontrol informasi yang keluar dari Xinjiang. Pendiri Database Korban Xinjiang, Gene Bunin menggambarkan, penangkapan Memet menunjukkan bahwa propaganda Partai Komunis sangat lemah.

"Penangkapan Memet karena berbagi apa yang pada dasarnya 'surat patriotik' menunjukkan propaganda partai sangat lemah sehingga bahkan harus disaring dan dikirim hanya melalui corong yang disetujui. Penting untuk menunjukkan kepada pihak berwenang bahwa mereka tidak bisa menakuti orang," kata Bunin. 

Surat-surat itu bertentangan dengan narasi pemerintah. Ibunda Memet diketahui ditahan pada Januari 2018. Namun dalam suratnya, dia menulis telah ada dalam kamp penahanan sejak Maret 2018. Hal itu menunjukkan bahwa dia berada di kamp penahanan lain selama berbulan-bulan. 

Pada Juli, para pejabat di Xinjiang mengatakan sebagian besar warga Uighur yang ditahan di kamp telah dikembalikan ke masyarakat dan mendapatkan pekerjaan. Menurut Muhammad'ali, dari 10 anggota keluarga, tujuh telah dibebaskan tetapi mereka terus diawasi dan dikendalikan oleh pihak berwenang. 

Orang tua dan saudara Memet dibebaskan pada awal tahun ini, tetapi mereka dilarang meninggalkan rumah atau desa untuk jangka waktu yang lama. Sejak menghilangnya Memet, Muhammad'ali tidak mengetahui keadaan keluarganya. Dia mengaku tidak bisa menghubungi mereka.

"Saya tidak bisa menghubungi mereka," ujar Muhammad'ali.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement