Kamis 22 Aug 2019 13:44 WIB

Ratusan Akun Facebook di Myanmar Ditutup

Akun Facebook yang ditutup terkait dengan militer Myanmar.

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Nur Aini
Facebook.
Foto: AP
Facebook.

REPUBLIKA.CO.ID, YANGON -- Facebook telah menutup 89 akun, 107 pages, 15 grup, dan 5 akun Instagram yang memiliki ratusan ribu pengikut. Penutupan tersebut dilakukan sebagai upaya untuk meredam debat publik terkait militer Myanmar.

Facebook sebelumnya telah menghapus ratusan akun, termasuk akun kepala militer Myanmar setelah dikritik gagal bertindak dalam menangani kekerasan terhadap Muslim Rohingya. Para pemilik akun Facebook yang dihapus tersebut menggunakan konten berita dan mengunggah berbagai macam topik termasuk kejahatan, etnis, selebriti, dan militer. 

Baca Juga

"Meskipun orang-orang di balik kegiatan ini berusaha menyembunyikan identitas mereka, penyelidikan kami menemukan bahwa beberapa kegiatan ini terkait dengan individu yang terkait dengan militer Myanmar," ujar Facebook dalam sebuah pernyataan, Kamis (22/8).

Pada 2017, militer memimpin tindakan keras di Negara Bagian Rakhine Myanmar dalam menanggapi serangan Rohingya. Hal itu mendorong lebih dari 730 ribu etnis Rohingya mengungsi ke negara tetangga Bangladesh. 

Menurut Amnesty International, lebih dari 750 ribu pengungsi Rohingya yang kebanyakan wanita, dan anak-anak, melarikan diri dari Myanmar. Mereka menyeberang ke Bangladesh setelah pasukan Myanmar melancarkan penumpasan pada komunitas Muslim minoritas pada Agustus 2017. Berdasarkan laporan Ontario International Development Agency (OIDA), sejak 25 Agustus 2017, hampir 24 ribu Muslim Rohingya telah dibunuh oleh pasukan negara Myanmar. 

Sebanyak 3.500 pengungsi Rohingya di Bangladesh siap direpatriasi atau dipulangkan kembali ke Myanmar mulai Kamis (22/8). Pejabat Bangladesh dan Myanmar berencana memulangkan 300 orang Rohingya setiap harinya.

Pemulangan pengungsi terlaksana setelah dua tahun pengungsi melarikan diri dari kebrutalan militer Myanmar terhadap minoritas Muslim. Komisioner Pengungsi Bangladesh Mohammad Abdul Kalam optimistis soal proses pemulangan. 

"Ini akan menjadi proses bersama yang dipimpin UNHCR," kata Kalam.

Namun, para pengungsi Rohingya di Bangladesh menolak direpatriasi atau dipulangkan ke Myanmar. Mereka menilai belum ada jaminan keselamatan jika harus kembali ke desa asalnya di Negara Bagian Rakhine.

Kalam mengatakan, 21 keluarga dari 1.056 yang dipilih untuk repatriasi bersedia diwawancarai oleh para pejabat tentang apakah mereka ingin kembali. Tak satu pun dari keluarga tersebut menyatakan keinginannya untuk pulang ke Rakhine. 

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement