Kamis 22 Aug 2019 14:04 WIB

Rusia akan Balas Uji Coba Rudal AS

Rusia menilai uji coba rudal AS terlalu cepat setelah menarik diri dari INF.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Nur Aini
Presiden Rusia Vladimir Putin saat konferensi pers tahunan di Moskow, Jumat, 23 Desember 2016.
Foto: Alexei Nikolsky/Tass
Presiden Rusia Vladimir Putin saat konferensi pers tahunan di Moskow, Jumat, 23 Desember 2016.

REPUBLIKA.CO.ID, HELSINKI – Presiden Rusia Vladimir Putin mengatakan uji coba rudal jelajah darat yang dilakukan Amerika Serikat (AS) akhir pekan lalu telah meningkatkan ancaman terhadap negaranya. Dia menjamin bahwa Rusia akan mengambil respons yang tepat.

Putin menduga AS telah mempersiapkan dan membangun sistem rudalnya sebelum resmi hengkang dari perjanjian Intermediate-range Nuclear Forces (INF) pada 2 Agustus lalu. “Amerika telah menguji rudal ini terlalu cepat setelah menarik diri dari perjanjian. Itu memberi kami alasan kuat untuk percaya bahwa mereka telah mulai bekerja untuk mengadaptasi rudal jauh yang diluncurkan di laut sebelum mereka mulai mencari alasan untuk memilih keluar dari perjanjian,” ujarnya setelah melakukan pembicaraan dengan Presiden Finlandia Sauli Niinsto pada Rabu (21/8).

Baca Juga

Menurut Putin, rudal yang diuji AS dapat diluncurkan dari peluncur yang telah ada di Rumania dan akan berlokasi di Polandia dalam waktu dekat. “Cukup hanya dengan mengubah perangkat lunak (untuk peluncuran jenis baru). Bagi kami ini berarti ada ancaman baru yang harus kita tanggapi dengan tepat,” ucapnya.

Putin mengatakan, negaranya akan bekerja untuk merancang rudal seperti yang diuji AS. Namun dia menegaskan bahwa Rusia tidak akan menyebarkan rudal yang sebelumnya dilarang dalam perjanjian INF ke daerah mana pun sebelum AS melakukan terlebih dahulu.

Wakil Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Ryabkov juga telah menyampaikan keprihatinan atas uji coba rudal yang dilakukan AS. “Semua itu disesalkan. AS jelas telah menetapkan arah untuk meningkatkan ketegangan militer. Kami tidak menyerah pada provokasi,” kata Ryabkov, dilaporkan laman kantor berita Rusia, TASS.

Menurutnya, uji coba rudal itu membuktikan bahwa AS telah mengembangkan sistem tersebut cukup lama. “Hampir tidak ada konfirmasi yang lebih jelas dan lebih eksplisit tentang fakta bahwa AS telah mengembangkan sistem semacam itu untuk waktu yang lama, dan persiapan untuk menarik diri dari perjanjian termasuk, khususnya, penelitian, serta pengembangan yang relevan,” ujarnya.

China telah mengkritik uji coba rudal jelajah darat yang dilakukan AS. Beijing menilai hal itu akan memiliki dampak negatif serius bagi situasi keamanan internasional dan regional. “Langkah ini dari AS akan memicu putaran baru perlombaan senjata yang mengarah pada peningkatan konfrontasi militer,” kata juru bicara Kementerian Luar Negeri Cina Geng Shuang, dikutip laman the Guardian, Selasa (20/8).

Dia berpendapat, Washington harus melepaskan mentalitas perang dinginnya. “AS harus melakukan lebih banyak hal yang kondusif bagi perdamaian dan ketengan internasional serta regional,” ujar Geng.

Pada Ahad pekan lalu, AS melakukan uji coba rudal jelajah Tomahawk berkemampuan nuklir di Pulau San Nicolas, Kalifornia. Menurut Pentagon, rudal berhasil menjangkau dan mengenai target setelah menempuh jarak lebih dari 500 kilometer. “Data yang dikumpulkan dan pelajaran yang diperoleh dari tes ini akan memberi informasi kepada Departemen Pertahanan untuk mengembangkan kemampuan rudal jarak menengah di masa mendatang,” kata Pentagon.

Uji coba itu dilakukan setelah AS resmi keluar dari perjanjian INF. INF merupakan perjanjian yang ditandatangani Rusia dan AS pada 1987.  Perjanjian itu melarang kedua negara untuk memproduksi serta memiliki rudal nuklir dengan daya jangkau 500-5.500 kilometer.

Bubarnya perjanjian INF telah memicu kekhawatiran dari negara-negara Eropa. Sebab, selama ini, INF telah dianggap sebagai fondasi keamanan di kawasan tersebut. 

sumber : AP
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement