Kamis 22 Aug 2019 15:49 WIB

Pengungsi Rohingya Enggan Pulang ke Myanmar

Bangladesh sudah menyiapkan bus dan truk tetapi tidak ada Rohingya yang muncul.

Rep: Rossi Handayani/ Red: Nur Aini
Pengungsi Rohingya
Foto: AP Photo/Dar Yasin, File
Pengungsi Rohingya

REPUBLIKA.CO.ID, COX'S BAZAR -- Upaya baru untuk memulangkan ratusan pengungsi Rohingya ke Myanmar tampaknya gagal, Kamis (22/8). Para pejabat mengatakan tidak ada pengungsi Rohingya yang muncul untuk diangkut lima bus dan 10 truk yang disiapkan oleh Bangladesh.

"Kami telah menunggu sejak jam 09.00 pagi untuk mengambil pengungsi yang bersedia untuk dipulangkan," kata seorang pejabat Bangladesh yang bertanggung jawab atas kamp pengungsi Teknaf, Khaled Hossain, setelah lebih dari satu jam menunggu, dilansir dari Aljazirah, Kamis.

Baca Juga

"Belum ada yang muncul," kata dia 

Sekitar 740 ribu pengungsi Rohingya yang sebagian besar Muslim melarikan diri dari serangan militer pada 2017 di negara bagian Rakhine, Myanmar. Mereka bergabung dengan 200 ribu pengungsi lainnya yang sudah ada di Bangladesh.

Rohingya tidak diakui sebagai minoritas resmi oleh pemerintah Myanmar, meskipun banyak keluarga telah tinggal di Rakhine selama beberapa generasi. Status kewarganegaraan Rohingya ditolak oleh Myanmar.

Upaya repatriasi terbaru, dilakukan setelah kunjungan bulan lalu pejabat tinggi dari Myanmar yang dipimpin oleh Menteri Luar Negeri Myanmar, Myint Thu ke kamp-kamp pengungsian. Sementara, upaya pemulangan sebelumnya gagal dilaksanakan pada November lalu.

Sekitar 3.500 pengungsi Rohingya dibebaskan untuk dipulangkan ke Myanmar, setelah latihan bersama yang dipimpin oleh Komisaris Tinggi PBB untuk Pengungsi dan pemerintah Bangladesh.

Kementerian luar negeri Bangladesh meneruskan daftar lebih dari 22 ribu pengungsi ke Myanmar untuk verifikasi, dan Naypyidaw membebaskan 3.450 orang untuk kembali.

Tetapi pada Rabu (21/8), beberapa pengungsi Rohingya yang namanya tercantum mengatakan, mereka tidak ingin kembali kecuali keselamatannya dipastikan, dan diberikan hak kewarganegaraan.

"Kami akan kembali hanya jika kami diberikan kewarganegaraan penuh," kata Farhana Begum (35 tahun) yang memiliki dua anak.  

"Setidaknya kita punya tempat berlindung di sini," ucapnya. Begum mengatakan, dia khawatir keluarganya akan dibunuh jika mereka kembali ke Myanmar.

Para pejabat dari PBB dan komisi pengungsi Bangladesh juga telah mewawancarai keluarga Rohingya di permukiman untuk mencari tahu apakah mereka ingin kembali. "Kami belum mendapatkan persetujuan dari keluarga pengungsi," kata seorang pejabat PBB, pada Rabu.

Pemimpin komunitas Rohingya, Jafar Alam mengatakan, bahwa para pengungsi ketakutan sejak pihak berwenang mengumumkan proses pemulangan yang baru. Mereka juga khawatir akan dikirim ke kamp-kamp untuk Internally Displaced People (IDP) jika mereka kembali ke Myanmar.

Komisaris pengungsi Bangladesh, Mohammad Abul Kalam mengungkapkan, mereka sepenuhnya siap untuk pemulangan dengan keamanan diperketat di seluruh pemukiman pengungsi, untuk mencegah kekerasan atau protes. Para pejabat mengatakan mereka akan menunggu beberapa jam lagi sebelum memutuskan apakah akan menunda langkah repatriasi.

Perdana Menteri Bangladesh, Sheikh Hasina mengatakan, pemerintahnya tidak akan memaksa para pengungsi untuk kembali dan repatriasi hanya akan terjadi jika mereka mau.

Sementara itu, PBB menyebut penindasan yang panjang terhadap Rohingya di negara mayoritas Budha itu terkait dengan pembersihan etnis. Di New York, juru bicara PBB Stephane Dujarric mengatakan pada Rabu, bahwa repatriasi harus dilakukan secara sukarela.

"Setiap pengembalian harus bersifat sukarela dan berkelanjutan serta dalam keamanan dan martabat ke tempat asal dan pilihan mereka," kata Dujarric kepada wartawan. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement