Jumat 23 Aug 2019 13:55 WIB

Rohingya Pilih Bersembuyi daripada Dipulangkan ke Myanmar

Ratusan pengungsi Rohingya menolak untuk dipulangkan ke Myanmar.

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Nur Aini
Pengungsi Rohingya
Foto: AP Photo/Dar Yasin, File
Pengungsi Rohingya

REPUBLIKA.CO.ID, COX'S BAZAR -- Upaya untuk memulangkan ribuan pengungsi Rohingya terhenti pada Kamis (22/8). Hampir 300 keluarga pengungsi Rohingya menolak untuk kembali ke Myanmar. 

Upaya memulangkan pengungsi Rohingya yang berada di Cox's Bazar, Bangladesh telah dimulai pada tahun lalu, tetapi belum menuai hasil. Mereka masih merasa trauma dan takut untuk kembali ke Myanmar, setelah melarikan diri dari penumpasan militer di negara bagian Rakhine pada 2017. 

Baca Juga

Pekan lalu, Bangladesh dan Myanmar sepakat bahwa repatriasi pengungsi Rohingya dilakukan pada 22 Agustus. Sejak rencana itu diumumkan, staf Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan pejabat Bangladesh telah memilih lebih dari 22 ribu nama pengungsi Rohingya yang diizinkan untuk kembali ke Myanmar. Salah satunya adalah Sayedul Haque (32 tahun), yang namanya ada dalam daftar namun dia menolak untuk kembali ke kampung halamannya.

"Saya sangat sedih, sangat khawatir kembali ke Myanmar. Saya merasa takut terhadap pemerintah Myanmar," ujar Haque, Jumat (23/8).

Pada Kamis pagi, para pengungsi di Kamp 26 yakni rumah bagi mereka yang diizinkan untuk kembali ke Myanmar, menolak untuk diwawancara di kantor pejabat pemerintah yang berwenang. Beberapa pengungsi meninggalkan kamp karena khawatir dipaksa pulang ke Myanmar.

"Mereka melarikan diri dari rumah mereka, dan mengunci pintu rumah mereka," ujar salah satu pengungsi Fayez Ullah (25 tahun).

"Orang-orang bersembunyi," ujar salah satu pemimpin pengungsi Rohingya yang tidak mau disebutkan namanya karena takut. 

Sebagian besar pengungsi Rohingya mengaku ingin kembali ke kampung halaman mereka di Myanmar, namun dengan persyaratan tertentu. Termasuk jaminan kewarganegaraan, keamanan, dan perbaikan kehidupan etnis Rohingya di Myanmar.  

Komisioner Pengungsi Bangladesh Abdul Kalam mengatakan, hingga saat ini tidak ada satu pun dari 295 keluarga yang datang untuk berkonsultasi dan setuju kembali ke Myanmar. Dia menambahkan, bus dan truk telah disiapkan untuk membawa para pengungsi Rohingya melintasi perbatasan.

"Ini adalah proses yang berkelanjutan. Kami sedang mewawancarai keluarga-keluarga lain yang dibebaskan oleh pemerintah Myanmar, dan jika ada yang menyatakan kesediaan untuk kembali, kami akan mengembalikan mereka. Semua pengaturan struktural dan fasilitas logistik diberlakukan," kata Kalam. 

Dalam sebuah pernyataan, badan pengungsi PBB juga mengatakan bahwa tidak ada pengungsi Rohingya yang setuju untuk kembali ke Myanmar. Badan tersebut menyatakan, stafnya akan terus membantu mewawancarai orang-orang Rohingya yang ada dalam daftar. Sementara itu, Direktur Kementerian Kesejahteraan Sosial Myanmar Min Thein mengatakan, para pejabat telah dikirim untuk menyambut setiap kedatangan pengungsi Rohingya di pusat penerimaan yang ada di perbatasan.

Kepala PBB di Myanmar Knut Ostby mengatakan, negara bagian Rakhine tidak siap menerima kembali pengungsi Rohingya. Menurutnya, saat ini lebih baik fokus untuk memulihkan kehidupan yang layak dan bermartabat bagi pengungsi Rohingya yang ada di Myanmar.

"Mereka harus memiliki keamanan. Mereka harus memiliki akses ke mata pencaharian dan layanan sosial, mereka harus memiliki kebebasan untuk bergerak. Mereka harus memiliki kepastian untuk mendapatkan kewarganegaraan," ujar Ostby. 

Menurut Amnesty International, lebih dari 750 ribu pengungsi Rohingya yang kebanyakan wanita, dan anak-anak, melarikan diri dari Myanmar. Mereka menyeberang ke Bangladesh setelah pasukan Myanmar melancarkan penumpasan pada komunitas Muslim minoritas pada Agustus 2017. Berdasarkan laporan Ontario International Development Agency (OIDA), sejak 25 Agustus 2017, hampir 24 ribu Muslim Rohingya telah dibunuh oleh pasukan negara Myanmar. 

Puluhan ribu Muslim Rohingya tetap berada di negara bagian Rakhine. Mereka berada di kamp-kamp dan desa-desa. Sebagian besar orang-orang Rohingya ditolak kewarganegaraannya dan harus tunduk pada pembatasan ketat. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement