Ahad 08 Sep 2019 14:36 WIB

Donald Trump Batalkan Perundingan Damai dengan Taliban

Pembatalan perundingan damai karena Taliban melakukan serangan di Kabul.

Red: Nur Aini
Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump
Foto: AP Photo/Susan Walsh
Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Presiden AS Donald Trump, Sabtu (7/9), mengatakan ia telah membatalkan perundingan perdamaian dengan pemimpin Taliban Afghanistan. Hal itu setelah Taliban mengaku berada di balik serangan di Kabul, yang menewaskan satu tentara AS dan 11 orang lainnya.

Trump mengatakan ia sebelumnya berencana melakukan pertemuan rahasia dengan "para pemimpin utama" Taliban pada Ahad di kompleks kepresidenan di Camp David, Maryland. Trump juga mengatakan bahwa ia sedianya akan bertemu dengan presiden Afghanistan.

Baca Juga

Namun, kata Trump, dia segera membatalkan rencana pembicaraan itu setelah Taliban menyatakan sebagai pihak di balik serangan.

"Kalau mereka tidak bisa menyetujui gencatan senjata selama perundingan perdamaian yang sangat penting ini, dan bahkan membunuh 12 orang tak berdosa, mungkin mereka juga tidak punya kekuatan untuk merundingkan perjanjian itu," kata Trump di Twitter.

Para gerilyawan Taliban, yang saat ini menguasai lebih banyak wilayah dibandingkan dengan masa sejak 2001, pekan lalu melancarkan serangkaian serangan baru di kota-kota utara, Kunduz, dan Pul-e Khumri. Mereka juga melakukan dua pengeboman bunuh diri di Ibu Kota Afghanistan, Kabul.

Salah satu ledakan itu, yakni serangan bunuh diri di Kabul pada Kamis (5/9), menewaskan Sersan Angkatan Darat Elis A. Barreto Ortiz, 34 tahun asal Puerto Rico. Dengan kematian Ortiz, sudah 16 tentara Amerika Serikat yang meninggal di Afghanistan sepanjang tahun ini.

Pada awal pekan ini, para perunding AS dan Taliban membuat rancangan kesepakatan perdamaian, yang bisa membuka jalan bagi AS untuk semakin mengurangi jumlah tentaranya di Afghanistan dalam perang terlama yang dijalani AS. Berdasarkan kesepakatan itu, ribuan tentara AS akan dipulangkan ke tanah air mereka dalam kurun berapa bulan. Sebagai imbalannya, Taliban harus menjamin bahwa Afghanistan tidak akan digunakan sebagai markas untuk melancarkan serangan militan terhadap Amerika Serikat dan negara-negara sekutunya.

Perjanjian perdamaian secara penuh, untuk mengakhiri perang dari 18 tahun, itu akan bergantung pada perundingan "antar-kalangan di Afghanistan" berikutnya. Taliban telah menolak desakan untuk melakukan gencatan senjata. Kelompok itu justru semakin meningkatkan pergerakannya di seantero negeri.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement