Selasa 10 Sep 2019 00:08 WIB

Pakistan Tangkap 22 Pengunjuk Rasa Pro-Kemerdekaan Kashmir

Sebelumnya telah terjadi bentrokan antara pihak berwenang dan pengunjuk rasa.

Rep: Fergi Nadira/ Red: Ani Nursalikah
 Warga mengibarkan bendera Kashmir dalam unjuk rasa memperingati Hari Pertahanan Pakistan di Quetta, Pakistan, Jumat (6/9).
Foto: AP
Warga mengibarkan bendera Kashmir dalam unjuk rasa memperingati Hari Pertahanan Pakistan di Quetta, Pakistan, Jumat (6/9).

REPUBLIKA.CO.ID, MUZAFFARABAD -- Polisi dilaporkan telah menangkap setidaknya 22 orang dalam protes pro-kemerdekaan di Kashmir yang dikelola Pakistan, Senin (9/9) waktu setempat. Menurut polisi dan aktivis, sebelumnya telah terjadi bentrokan antara pihak berwenang dan pengunjuk rasa.

Bentrokan terjadi pada Sabtu di dekat desa Tatrinote, sekitar 80 kilometer selatan ibu kota Kashmir yang dikelola Pakistan, Muzaffarabad. Wilayah itu juga dekat dengan Line of Control (LoC) yang membagi bagian-bagian yang dikelola India dan Pakistan dari wilayah yang disengketakan.

Baca Juga

"Pada Senin, aksi duduk berlanjut di lokasi bentrokan. Layanan ponsel di daerah terpencil terganggu, mempersulit pelaporan situasi oleh media," kata polisi seperti dilansir Aljazirah, Senin (9/9).

Kepala polisi distrik Tahir Mahmood Qureshi mengatakan, polisi telah menembakkan gas air mata ketika mereka berusaha lebih dekat dengan LoC sebab mereka meninggalkan ruang protes yang ditentukan. "Kami memberi mereka rute yang aman, tetapi mereka ingin pergi ke daerah terbuka di mana orang India bisa menembaki mereka," kata Qureshi.

India dan Pakistan memang kerap melanggar perjanjian gencatan senjata 2003 di LoC. Kedua belah pihak saling menyalahkan karena membunuh warga sipil dan pasukan keamanan di sisi yang berlawanan dari perbatasan de facto.

"Penembakan India telah menghantam orang di daerah kami. Kami tidak ingin orang yang tidak bersalah dibunuh karena mereka (para pengunjuk rasa)," kata Qureshi.

Para pengunjuk rasa merupakan faksi Front Pembebasan Jammu dan Kashmir (JKLF), sebuah partai politik terkemuka Kashmir yang mengadvokasi kemerdekaan dari kedua negara untuk wilayah tersebut. "Permintaan utama kami adalah komunitas internasional harus mengambil langkah-langkah menyelesaikan masalah Kashmir dan mengambil langkah mengirim kembali pasukan kedua negara (dari Kashmir)," ujar pemimpin senior JKLF Toqeer Gilani.

Gilani yang berada di lokasi protes di Kashmir yang dikelola Pakistan mengatakan, lebih dari 40 anggota JKLF telah ditangkap semalam. Ia mengaku ditekan untuk mengakhiri protes mereka.

Namun, Qureshi membantah para pengunjuk rasa ditangkap karena pandangan politik mereka. Menurut Qureshi, tindakan itu diambil karena mereka melakukan hal ilegal.

Para pemrotes JKLF memulai aksi duduk di Tatrinote pada Jumat. Mereka menuntut diakhirinya pembatasan India serta meminta masyarakat internasional mengambil langkah dalam krisis.

"Permintaan pertama dan utama dari duduk itu adalah ada kekejaman dan penindasan yang terjadi di Kashmir yang diduduki India dalam 35 hari terakhir, nyawa orang-orang telah dibatasi, mereka dalam bahaya, mereka dalam bahaya, banyak orang telah ditangkap. Komunitas internasional harus memastikan kekejaman dan penindasan diakhiri. Agar jam malam dicabut, para tahanan politik dibebaskan," kata pemimpin JKLF Gilani.

Pemerintah Pakistan pun telah melobi para pemimpin dunia untuk campur tangan dalam situasi ini. Namun, India membantahnya dan mengatakan krisis ini adalah masalah internal.

Awal tahun ini, 19 aktivis JKLF dituduh "menghasut" karena meneriakkan slogan-slogan yang menuntut agar angkatan bersenjata Pakistan meninggalkan Kashmir. Di Tatrinote, aksi pro-kemerdekaan berlanjut dengan damai pada Senin. "Para pengunjuk rasa penuh semangat, mereka disuruh pergi oleh pihak berwenang tetapi mereka tinggal di sana untuk saat ini," kata Gilani.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement