Jumat 06 Sep 2019 08:22 WIB

Akankah Netanyahu Mencaplok Hebron?

Presiden Rivlin menyerukan pertumbuhan permukiman Yahudi di Hebron.

Seorang warga melintasi pertokoan di Hebron, Tepi Barat, Palestina.
Foto: ABED AL HASHLAMOUN/EPA-EFE
Seorang warga melintasi pertokoan di Hebron, Tepi Barat, Palestina.

REPUBLIKA.CO.ID, TEL AVIV -- Menteri Kebudayaan Israel Miri Regev dan ketua parlemen Israel (Knesset) Yuli Edelstein menyerukan aneksasi Kota Hebron di Tepi Barat. Hal itu mereka sampaikan saat Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengunjungi kota tersebut pada Rabu (4/9).

Regev menyinggung tentang janji kampanye Netanyahu untuk mencaplok permukiman Israel di Tepi Barat. “Tidak ada tempat yang lebih baik untuk mulai mewujudkan janji itu selain Hebron,” ujarnya dikutip laman al-Araby.

Menurut dia, jika tak ada Hebron, tidak akan ada Tel Aviv. “Hak untuk hidup Tel Aviv berakar pada Hebron, tempat Abraham (Nabi Ibrahim as—Red) dan Sarah dimakamkan,” kata Regev.

Edelstein menyerukan hal serupa dengan Regev. “Waktunya telah tiba untuk permukiman Yahudi di Hebron tumbuh menjadi ribuan penduduk,” ucapnya. Dia sesumbar akan mengubah Hebron menjadi kota besar Israel.

Selain Regev dan Edelstein, Presiden Israel Reuven Rivlin juga menyerukan pertumbuhan permukiman Yahudi di Hebron. Dia meminta Netanyahu mengizinkan pembangunan lingkungan baru di kota tersebut.

Pada Rabu lalu Netanyahu melakukan kunjungan ke Hebron. Dia datang untuk menghadiri upacara peringatan 90 tahun kerusuhan di kota itu yang menewaskan 67 Yahudi.

Pada kesempatan itu dia menegaskan bahwa Yahudi akan tetap hadir di kota tua tersebut. “Hebron tidak akan pernah kosong dari orang Yahudi. Kami bukan orang asing di kota ini, kami akan tetap di sini selamanya,” kata Netanyahu dalam pidatonya, dikutip laman the Times of Israel.

Hebron adalah kota terbesar di Tepi Barat dan dianggap sebagai kota tersuci kedua bagi penganut Yudaisme. Hebron pun dipandang sebagai kota tersuci kelima oleh umat Islam. Sebab, Nabi Muhammad pernah berkunjung ke sana untuk memberikan penghormatan kepada Nabi Ibrahim.

photo
Netanyahu.

Palestina sebelumnya mengecam rencana kunjungan Netanyahu ke Hebron. Ia menilai, kunjungan itu rasial dan kolonial. Selain itu, Netanyahu dituding membawa agenda terselubung, yakni ingin meyahudikan Hebron.

Pekan lalu, Netanyahu mengatakan, akan mencaplok semua permukiman yang telah dibangun di Tepi Barat dan memberinya kedaulatan sebagai bagian dari teritorial Israel. "Tak akan adalah lagi penarikan (permukiman). Dengan bantuan Tuhan, kami akan menerapkan kedaulatan Yahudi atas semua komunitas sebagai bagian dari tanah Israel dan negara Israel," kata dia, dilaporkan Jerusalem Post.

Anggota Komite Eksekutif Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) Hanan Ashrawi mengecam rencana tersebut. "Ini adalah pengumuman yang jelas tentang niat melakukan kejahatan perang berdasarkan Statuta Roma dan pelanggaran berat terhadap Piagam PBB. Ini juga merupakan praktik di lapangan dari undang-undang negara bangsa yang diadopsi awal tahun ini oleh Knesset (parlemen Israel)," kata Ashrawi mengacu pada deklarasi Israel sebagai negara untuk bangsa Yahudi atau Nation-State of the Jewish People.

Saat ini, terdapat lebih dari 100 permukiman ilegal Israel di Tepi Barat. Permukiman itu dihuni lebih dari 700 ribu warga Yahudi Israel. Masifnya pembangunan permukiman ilegal, termasuk di Yerusalem Timur, dinilai menjadi penghambat terbesar untuk mewujudkan solusi dua negara antara Israel dan Palestina.

Dalam solusi dua negara, Palestina menginginkan wilayah negara yang terdiri atas Tepi Barat dan Jalur Gaza serta dengan ibu kota di Yerusalem Timur. Batas negara ini sesuai dengan konsensus internasional yang mendasarkan pada sebelum Perang 1967. n kamran dikarma, ed: yeyen rostiyani

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement