Rabu 04 Sep 2019 03:00 WIB

AS, Inggris, Prancis Bisa Terlibat Kejahatan Perang di Yaman

AS, Inggris, dan Prancis membantu Arab Saudi menggempur Yaman.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Nur Aini
Konflik di Yaman (ilustrasi)
Foto: VOA
Konflik di Yaman (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JENEWA – Amerika Serikat (AS), Inggris, dan Prancis berpotensi terlibat dalam kejahatan perang di Yaman. Hal itu diungkap para penyelidik PBB dalam laporannya yang dirilis pada Selasa (3/9).

Para penyelidik PBB mengungkap AS, Inggris, dan Prancis telah mempersenjatai dan memberikan dukungan intelijen serta logistik kepada koalisi pimpinan Arab Saudi yang menggempur Yaman untuk memerangi kelompok Houthi. Membuat warga sipil kelaparan disebut sebagai taktik perang yang diterapkan Riyadh dan sekutunya.

Baca Juga

“Individu-individu di Pemerintah Yaman dan koalisi, termasuk Arab Saudi dan Uni Emirat Arab (UEA), mungkin telah melakukan serangan udara yang melanggar prinsip-prinsip pembedaan, proporsionalitas, dan tindakan pencegahan serta mungkin menggunakan kelaparan sebagai metode perang, tindakan yang mungkin sama dengan kejahatan perang,” kata para penyelidik PBB dalam laporannya.

“Legalitas transfer senjata oleh Prancis, Inggris, AS serta negara lainnya masih dipertanyakan, dan merupakan subjek dari berbagai proses pengadilan domestik,” kata laporan tersebut.

Dugaan bahwa koalisi Saudi membuat warga sipil sebagai taktik perang muncul karena selain melakukan serangan udara, mereka secara sengaja meniadakan pasokan makanan untuk negara yang tengah dilanda kelaparan tersebut. Sementara itu, panel PBB telah menerima tudingan bahwa UEA dan pasukan afiliasinya melakukan penyiksaan, pemerkosaan, dan pembunuhan terhadap lawan politik yang ditahan di fasilitas rahasia.

Dalam laporan Houthi pun dianggap telah melakukan kejahatan karena menembaki kota-kota, menanam ranjau darat, dan mengerahkan tentara anak-anak. Dalam laporannya tim penyelidik PBB mencantumkan nama lebih dari 160 tokoh yang dianggap menjadi aktor utama kejahatan. Mereka melingkupi para petinggi Saudi, Yaman, dan UEA. Laporan itu pun telah diserahkan ke Komisioner Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia (HAM) Michelle Bachelet.

Konflik di Yaman telah berlangsung sejak 2014, tepatnya ketika kelompok pemberontak Houthi mulai menguasai sebagian besar negara tersebut. Konflik mengganas ketika Saudi dan sekutunya memutuskan melakukan intervensi militer di sana.

Hal itu dilakukan karena Saudi menganggap Houthi mengancam keamanannya. Sejak saat itu krisis kemanusiaan di Yaman memburuk. Salah satu penyebabnya adalah pemblokiran pelabuhan utama Hodeida oleh Saudi.

Pemblokiran menyebabkan pendistribusian bantuan kemanusiaan ke sana terhambat. Menurut PBB, lebih dari 700 ribu orang di Yaman telah tewas sejak 2016. 

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement