Kamis 12 Sep 2019 15:36 WIB

Fakta Pemilu Putaran Kedua Israel

Netanyahu akan menjadikan mantan kepala staf militer Benny Gantz pesaing utama.

Rep: Fergi Nadira/ Red: Ani Nursalikah
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu melambaikan tangan ke pendukungnya setelah pemilu berakhir di Tel Aviv, Israel, Rabu (10/4).
Foto: AP Photo/Ariel Schalit
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu melambaikan tangan ke pendukungnya setelah pemilu berakhir di Tel Aviv, Israel, Rabu (10/4).

REPUBLIKA.CO.ID, YERUSALEM -- Pekan depan, warga Israel akan kembali menggunakan hak suaranya untuk pemilihan umum putaran kedua dalam kurang dari enam bulan. Israel sebenarnya telah mengadakan pemilu pada April lalu yang dimenangkan oleh Partai Perdana Menteri Benjamin Netanyahu, Likud Party.

Kemenangan tersebut memastikan jabatan perdana menteri kelima Netanyahu akan diemban. Namun, Netnyahu gagal membentuk kabinetnya sesuai dengan tenggat. Dia akhirnya memutuskan membubarkan parlemen agar jabatan perdana menteri tidak direbut oposisi yang berakhir dengan pemilihan ulang, Selasa (17/9) mendatang.

Netanyahu akan menjadikan mantan kepala staf militer Benny Gantz sebagai pesaing utamanya. Gantz memimpin Blue and White Party bersama dengan mantan menteri keuangan dan tokoh TV, Yair Lapid.

Terdapat lima poin penting yang harus diperhatikan ketika Israel melakukan pemungutan suara putaran kedua Selasa depan.

Apa yang dihadapi kini?

Pada 9 April, Likud Party menang 36 dari 12 kursi. Angka itu hanya satu lebih dari partai Gantz, Blue and White Party. Seperti yang telah disinggung, Netanyahu gagal membentuk kebinet sehingga diadakan pemilu putaran kedua. Pemilu Selasa mendatang akan memberi kesempatan kedua kepada partai untuk membentuk kabinet.

Namun, analis dan lembaga survey Israel berdasarkan jejak pendapat mencatat, perubahan yang tidak begitu signifikan dari pemilu putaran pertama. "Hasilnya diperkirakan sangat mirip dengan April," ujar analis politik independen Israel Mayer Cohen seperi dikutip Aljazirah, Rabu (12/9).

Analis berbasis di Haifa, Diana Buttu, setuju dengan Cohen. "Di mata sebagian besar pemilih Yahudi Israel, belum ada perubahan untuk mendorong seseorang mengubah cara mereka memilih pada April," katanya. Menurut dua jajak pendapat yang diterbitkan oleh media lokal pekan lalu, Likud Party diproyeksikan memenangkan 32 kursi, satu lebih dari Blue and White Party.

Pemerintah Persatuan

Tidak ada satu partai pun yang pernah memenangkan mayoritas kursi di Knesset sehingga pemerintah koalisi adalah norma di Israel. Pemimpin partai yang memenangkan kursi terbanyak, biasanya diberi mandat oleh presiden Israel untuk membentuk pemerintahan baru.

Jika sosok tersebut tidak bisa menyatukan cukup banyak pihak untuk mengendalikan setidaknya 61 kursi, presiden dapat memberikan tugas kepada orang lain. Inilah sebabnya mengapa pemimpin partai yang memenangkan pemilu tidak harus menjadi perdana menteri.

Untuk memenangkan masa jabatan kelimanya, Netanyahu membutuhkan dukungan dari faksi sayap kanan yang sebelumnya dia andalkan untuk membersihkan ambang 61 kursi. Sementara Gantz membutuhkan dukungan dari blok kiri-tengah dan Arab Joint List untuk memperoleh mayoritas.

Meski demikian, menurut jajak pendapat terbaru oleh media lokal Israel, blok sayap kanan yang dipimpin oleh Netanyahu kemungkinan memiliki 56 kursi. Blok Gantz diperkirakan akan mengumpulkan total 55 kursi.

Para analis menilai, Israel diprediksi berakhir dengan pemerintahan persatuan untuk pertama kalinya sejak Netanyahu berkuasa pada 2009. "Baik Netanyahu maupun Gantz tidak akan dapat membentuk pemerintah koalisi sendirian. Mereka harus membentuk pemerintah persatuan yang menyatukan Likud dan Blue and White," kata Cohen.

"Satu-satunya pilihan lain adalah mengadakan pemilihan ketiga (sesuatu yang ditolak publik Israel)," tambahnya.

Menurut jajak pendapat pra-pemilihan oleh Institut Demokrasi Israel, tingkat tertinggi pemilih Yahudi Israel mendukung pemerintahan persatuan yang dipimpin oleh Netanyahu atau Gantz, sementara preferensi kedua adalah untuk pemerintahan sayap kanan yang dipimpin oleh Netanyahu.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement