Ahad 08 Sep 2019 16:48 WIB

Afghanistan Minta Taliban Sepakati Gencatan Senjata

Taliban menganggap Pemerintahan Afghanistan saat ini adalah boneka.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Endro Yuwanto
Taliban di Afganistan (ilustrasi).
Foto: aljazirah
Taliban di Afganistan (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, KABUL -- Pemerintah Afghanistan meminta Taliban menerima dan menyepakati gencatan senjata. Pemerintah di Kabul menilai, hal itu perlu dilakukan agar perdamaian dapat terwujud.

“Kedamaian sejati akan datang ketika Taliban menyetujui gencatan senjata,” kata kantor kepresidenan Afghanistan dilansir Reuters pada Ahad (8/9).

Afghanistan menolak seruan Taliban agar pemilu yang dijadwalkan pada 28 September mendatang dibatalkan sebagai prasyarat untuk menandatangani perjanjian damai dengan Amerika Serikat (AS).

“Pemerintah yang kuat, sah, dan legal melalui pemilihan mendatang akan membawa proses perdamaian yang sedang berjalan maju dengan akurasi dan kehati-hatian,” ujar kantor kepresidenan Afghanistan.

Presiden AS Donald Trump diketahui telah membatalkan agenda pembicaraan damai dengan para pemimpin Taliban di Camp David, Maryland, pada Sabtu (7/9). Alasan di balik keputusan itu adalah karena Taliban mengklaim bertanggung jawab atas serangan bom yang yang terjadi di Ibu Kota Afghanistan, Kabul, pekan lalu.

Sebanyak 12 orang tewas dalam insiden tersebut, satu di antaranya adalah tentara AS. Setelah membatalkan pembicaraan dengan Taliban, Trump mengungkapkan rencana untuk bertemu Presiden Afghanistan Ashraf Ghani. Taliban belum memberikan tanggapan atas keputusan Trump.

Taliban menolak melakukan pembicaraan langsung dengan Pemerintah Afghanistan. Taliban menganggap pemerintahan saat ini adalah boneka. Taliban lebih memandang AS, yang selama ini menjadi sekutu utama Afghanistan, sebagai musuhnya.

Sejak tahun lalu, AS telah menjalin negosiasi dengan Taliban. Permasalahan utama yang dibicarakan adalah tentang penarikan pasukan AS dari Afghanistan. Militer AS telah berada di Afghanistan selama sekitar 18 tahun.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement