Ahad 15 Sep 2019 09:19 WIB

Malala Minta PBB Bantu Anak Kashmir Bersekolah

Anak-anak di Kashmir tidak bisa bersekolah.

Rep: Umar Mukhtar/ Red: Ani Nursalikah
Malala Yousufzai
Foto: EPA
Malala Yousufzai

REPUBLIKA.CO.ID, KARACHI -- Peraih Nobel Perdamaian Malala Yousafzai mendesak para pemimpin dunia yang akan menghadiri Majelis Umum PBB (UNGA) mendatang di New York membantu anak-anak di Jammu dan Kashmir yang dikuasai India kembali bersekolah.

"Saya sangat prihatin dengan laporan 4.000 orang, termasuk anak-anak yang ditangkap secara sewenang-wenang dan dipenjara, siswa yang tidak bisa bersekolah selama lebih dari 40 hari, dan gadis-gadis yang takut meninggalkan rumah mereka," kata dia dalam cicitan di akun Twitter-nya, dilansir di Anadolu Agency, Ahad (15/9).

Baca Juga

Malala meminta para pemimpin di UNGA bekerja menuju perdamaian di Kashmir dan mendengarkan suara-suara Kashmir dalam membantu anak-anak di sana kembali mengenyam pendidikan dengan aman dan nyaman. Dia pun mengkhawatirkan situasi yang terjadi pada Muslim di Jammu dan Kashmir.

Malala juga menceritakan kisah tiga gadis Kashmir yang ia ajak bicara pekan lalu, tanpa menyebut nama. Ketiga gadis itu mengatakan kepada Malala, mereka tidak memiliki cara mengetahui apa yang terjadi pada mereka. "'Yang bisa kami dengar hanyalah langkah pasukan di luar jendela kami. Itu benar-benar menakutkan'," kata Malala mengutip perkataan gadis tersebut.

"'Saya merasa tanpa tujuan dan tertekan karena saya tidak bisa pergi ke sekolah. Saya melewatkan ujian pada 12 Agustus dan saya merasa masa depan saya tidak aman sekarang. Saya ingin menjadi seorang penulis dan tumbuh menjadi seorang wanita Kashmir yang mandiri dan sukses. Tetapi tampaknya menjadi semakin sulit karena ini berlanjut'," tulis Malala mengutip salah satu gadis.

photo
Tentara paramiliter India berjaga di jalanan yang sepi saat jam malam di Srinagar, Kashmir yang dikuasai India, Kamis (8/8).

Sedangkan Gadis yang lain menuturkan kepada Malala: "Orang-orang yang berbicara kepada kita menambah harapan kita. Aku merindukan hari ketika Kashmir akan bebas dari kesengsaraan yang telah kita lalui selama beberapa dekade."

India mencabut status khusus Jammu dan Kashmir pada 5 Agustus lalu. Sejak itu Jammu dan Kashmir diblokade hampir total. Beberapa kelompok hak asasi manusia termasuk Human Rights Watch dan Amnesty International telah berulang kali meminta India untuk mencabut pembatasan dan membebaskan tahanan politik.

Dari ]1954 hingga 5 Agustus 2019, Jammu dan Kashmir menikmati status khusus di bawah konstitusi India, yang memungkinkannya untuk memberlakukan hukumnya sendiri. Ketentuan-ketentuan itu juga melindungi undang-undang kewarganegaraan wilayah tersebut, yang melarang orang luar menetap dan memiliki tanah di wilayah tersebut.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement