REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengaku telah mempertimbangkan beberapa opsi tindakan terhadap Iran pascaserangan terhadap dua fasilitas minyak Saudi, Aramco akhir pekan lalu. Satu opsi di antaranya adalah berperang dengan Iran.
"Ada banyak opsi. Ada opsi pamungkas dan ada opsi yang jauh lebih sedikit dari itu. Saya mengatakan opsi pamungkas artinya perang," kata Trump, Rabu (18/9).
Sebelumnya, Trump menyatakan menghindari opsi peperangan. Tindakan terhadap Iran akan didiskusikannya dengan negara Eropa dan Teluk.
Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo yang tengah mengunjungi Arab Saudi mengungkapkan aksi penyerangan terhadap fasilitas Aramco akan menjadi fokus utama pertemuan Majelis Umum PBB pekan depan. Dia menyarankan Riyadh turut membahas kasus itu di sana.
"(Serangan terhadap Aramco) itu adalah tindakan perang terhadap mereka secara langsung, dan saya yakin mereka akan melakukan hal itu," ujar Pompeo seraya menegaskan AS mendukung hak Saudi mempertahankan dan membela diri.
Presiden Iran Hassan Rouhani membantah tudingan negaranya mendalangi serangan terhadap dua fasilitas Aramco. "Mereka ingin menerapkan tekanan maksimum pada Iran melalui fitnah," ujarnya.
Dia pun enggan mencemplungkan Iran dalam peperangan. "Kami tidak ingin konflik di kawasan. Siapa yang memulai konflik?" kata Rouhani.
Akhir pekan lalu, dua fasilitas pengolahan minyak Saudi Aramco diserang sekitar 10 pesawat nirawak (drone). Serangan itu menyebabkan sebagian area pabrik terbakar. Dua fasilitas itu berada di Abqaiq dan Khurais.
Serangan itu dilaporkan memangkas lima persen produksi minyak dunia. Aramco merupakan perusahaan minyak milik Pemerintah Saudi yang mengalirkan pasokan terbesar ke pasar minyak dunia.
Kelompok pemberontak Houthi di Yaman mengklaim bertanggung jawab atas aksi serangan tersebut. Namun, sejumlah pejabat tinggi AS telah merilis citra satelit yang menunjukkan serangan drone itu berasal dari Irak atau Iran. Sama seperti Iran, Irak membantah terlibat dalam peristiwa itu.