Senin 09 Sep 2019 12:50 WIB

Australia Blokir Situs Video Penembakan Christchurch

Delapan situs diblokir karena memiliki konten video penembakan masjid Christchurch.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Nur Aini
PM Selandia Baru Jacinda Ardern bersama ribuan warga lainnya berkumpul di Hagley Park, seberang Masjid Al Noor di Christchurch saat shalat Jumat pukul 13.30 waktu setempat berlangsung.
Foto: AP/Mark Baker
PM Selandia Baru Jacinda Ardern bersama ribuan warga lainnya berkumpul di Hagley Park, seberang Masjid Al Noor di Christchurch saat shalat Jumat pukul 13.30 waktu setempat berlangsung.

REPUBLIKA.CO.ID, CANBERRA – Otoritas Australia telah memerintahkan penyedia layanan internet memblokir akses ke delapan situs web yang masih memiliki konten video aksi penembakan terhadap jamaah di dua masjid di Christchurch, Selandia Baru. Peristiwa itu diketahui terjadi pada Maret lalu.

Komisioner eSafety Australia Julie Inman Grant mengatakan, sebagian besar situs telah menghapus tautan ke video penembakan sesaat setelah perintah dikeluarkan. Namun dia menyebut terdapat delapan situs lokal yang menolak menghapus konten tersebut.

Baca Juga

“Kami tidak dapat membiarkan materi keji ini digunakan untuk mempromosikan, menghasut, atau menginstruksikan tindakan teroris lebih lanjut,” kata Grant pada Ahad (8/9).

Bulan lalu Perdana Menteri Australia Scott Morrison mengatakan akan memblokir akses ke domain internet saat terjadi serangan teror di negaranya. Hal itu dilakukan agar konten-konten teror tak tersebar luas di masyarakat. 

Morrison mengungkapkan pemerintahannya hendak mencegah ekstremis mengeksploitasi platform digital untuk mengunggah konten yang memuat kekejaman dan kekerasan. "Kami melakukan segala yang kami bisa untuk menyangkal peluang teroris mengglorifikasi kejahatan mereka," ujarnya dalam sebuah pernyataan pada 25 Agustus lalu.

Australia akan membangun kerangka kerja guna memblokir domain yang menampung materi atau konten kekerasan dan kekejaman. Australia's eSafety Commissioner akan menentukan berdasarkan kasus per kasus tentang apa yang harus disensor. Dalam proses ini, mereka bekerja sama dengan perusahaan terkait agar pemblokiran dapat dengan cepat dilakukan. 

Selain kekerasan ekstremis, domain yang menampung konten pembunuhan, percobaan pembunuhan, pemerkosaan, penculikan, dan penyiksaan juga akan diblokir. Menurut Morrison, saat ini dia juga sedang mempertimbangkan untuk menerbitkan undang-undang yang akan memaksa pengelola platform digital meningkatkan keamanan layanan mereka. 

Australia dan Selandia Baru diketahui telah meningkatkan pengawasan terhadap situs dan perusahaan media sosial. Hal itu dilakukan pasca terjadinya aksi penembakan brutal terhadap jamaah di dua masjid Christchurch pada Maret lalu. Insiden itu menyebabkan 51 orang meninggal.

Saat serangan berlangsung, pelaku penembakan menyiarkan aksi biadabnya secara langsung melalui Facebook. Cuplikan-cuplikan konten itu pun akhirnya beredar luas di media sosial. 

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement