Kamis 19 Sep 2019 04:20 WIB

Saudi Khawatir Serangan Drone, Bagaimana Cara Menangkalnya?

Pabrik pengolahan minyak Aramco milik Saudi diserang drone pada Ahad (15/9) lalu.

Rep: Lintar Satria/ Red: Reiny Dwinanda
Kerusakan akibat serangan drone di fasilitas pengolahan minyak Aramco di kilang minyak Kuirais di Buqyaq, Arab Saudi, Ahad (15/9).
Foto: U.S. government/Digital Globe via AP
Kerusakan akibat serangan drone di fasilitas pengolahan minyak Aramco di kilang minyak Kuirais di Buqyaq, Arab Saudi, Ahad (15/9).

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Seorang sumber keamanan dan dua orang sumber industri Arab Saudi mengatakan Riyadh memahami drone telah menjadi ancaman bagi mereka selama beberapa tahun terakhir. Mereka sudah berbicara dengan beberapa konsultan dan perusahaan yang mungkin dapat memberikan solusi tanpa harus memasang teknologi baru.

Serangan drone pada Ahad (15/9) lalu ke kilang minyak dan pabrik pengolahan minyak mentah terbesar di dunia milik perusahaan Arab Saudi, Aramco, menjadi bukti lemahnya sistem pertahanan negara itu terhadap drone. Arab Saudi menggunakan sistem pertahanan udara dari Amerika Serikat (AS) Patriot.

Baca Juga

"Sebagian besar radar pertahanan udara dirancang untuk ancaman dari ketinggian, seperti rudal," kata pakar dari National Defence University di Washington, Dave DesRoches, Rabu (18/9).

Sumber pertahanan mengatakan pemerintah Arab Saudi memindahkan Patriot ke kilang minyak Shaybay setelah ditembak pada bulan lalu. Sementara itu, ada satu Patriot yang dipasang di kilang minyak milik Aramco, Ras Tanura.

"Rudal jelajah dan drone beroperasi dekat dengan permukaan laut, jadi itu tidak terlihat karena lekukan permukaan bumi dan drone terlalu kecil serta tidak memiliki tanda panas yang dibaca sebagian besar radar," kata DesRoches.

Pencegat drone mungkin seharga beberapa ratus dolar. Patriot saja sudah luar biasa mahal. Setiap rudalnya bernilai sekitar 3 juta dolar.

Pendiri dan CEO perusahaan keamanan udara Dedrone, Jorg Lamprecht, mengatakan bahwa ada tiga cara yang paling efektif untuk berurusan dengan drone, terutama yang terbang secara berkawanan. Menurutnya, kawanan drone itu bisa didekteksi dengan mengombinasikan radio frekuensi dan radar.

Lamprecht mengatakan bahwa kamera berkekuatan tinggi akan meverifikasi muatan dan teknologi jamming dapat mengganggu penerbangan kawanan drone itu. Namun, teknologi terbaru juga menghadirikan tantangan tersendiri.

Jamming frekuensi dapat mengganggu aktivitas industri dan memiliki efek negatif terhadap kesehatan manusia. Menurut perusahaan konsultan intelijen Soufan Group, saat ini jumlah drone bersenjata semakin banyak. Kerentanan terhadap objek vital secara tidak proposional pun meningkat.

Pembuat kebijakan Arab Saudi sudah lama takut pabrik desalinasi di Jubail yang menyediakan air bersih ke Arab Saudi dan Timur Tengah diserang. Seorang sumber industri Arab Saudi mengatakan jika pabrik itu diserang maka jutaan orang akan kehilangan air bersih dan proses perbaikannya butuh waktu lama.

"Ini lingkungan yang memiliki target sangat banyak, mereka dapat menghantam tempat yang tepat maka akan menyakitkan dan masih banyak lagi di sekitarnya," kata sumber itu.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement